SuaraJawaTengah.id - Pandemi Covid-19 membuat sebagian orang menghentikan aktivitas. Namun, sepertinya hal itu tidak pada Bowo Leksono. Ia dan para sineas muda tetap menggelar Festival Film Purbalingga (FFP).
Bowo Leksono sendiri merupakan Direktur FFP. Ia juga sebagai Ketua Cinema Lovers Community (CLC) dan Dewan Kesenian Purbalingga. Menurutnya, pandemi jangan menjadi alasan untuk berhenti berkarya.
Meskipun dibatasi, Bowo Leksono menyebut seniman harus kreatif mencari solusi untuk tetap berkarya.
Hal itu ia ungkapkan pada Focus Group Discussion (FGD) bertema "Strategi di Tengah Pandemi; Menghidupkan Kembali Festival Film" yang dilakukan secara virtual pada Rabu (25/8/2021).
Di tengah pandemi COVID-19, pembina ekstrakurikuler di sekolah dinilai sebagai ujung tombak keberlangsungan dunia perfilman.
Bowo menyebut, dua generasi film tingkat pelajar saat ini sudah terputus. Lantaran berbagai aktivitas dibatasi bahkan nyaris dihentikan ketika adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Sementara perannya saat ini di Cinema Lovers Comunity (CLC) Purbalingga saat ini hanya sebagai fasilitator materi. Ia berharap dengan adanya FFP dapat sebagai motivasi para sineas pelajar untuk terus berkreasi.
Bowo juga menceritakan pengalaman penyelenggaraan FFP tahun lalu yang dilaksanakan di Gedung Bioskop Misbar dengan penonton yang dibatasi. Kini, ia memutuskan untuk sepenuhnya virtual atau daring.
"Dulu kami ada program layar tancep dan mengajak masyarakat keluar rumah untuk menonton film. Sekarang situasinya kebalik, kami mengajak masyarakat agar dirumah saja dan menonton melalui virtual, " Pungkasnya.
Baca Juga: Jangan Lewatkan! FGD Menghidupkan Kembali Festival Film di Saat Pandemi Hanya di Suara.com
Ia menyadari saat ini peserta festival film hanya memiliki akses yang terbatas. Mereka tidak bisa bebas membuat karya seperti sebelum pandemi Covid-19 ini ada.
Padahal peserta festival film merupakan pelajar. Tentu saja orang tua turut mengawasi anaknya.
"Tentu saja sekarang berbeda dan membingungkan, para pelajar tidak bisa berinteraksi ke masyarakat. Jadinya juga mereka susah ingin mengangkat isu apa untuk dibuat film. Apalagi tidak semua orang tua memberi izinkan untuk anak-anak bisa buat film di saat pandemi ini," ujarnya.
Namun demikian, antusias peserta dan penonton film pendek pada FFP tahun ini tidak kalah dari tahun lalu. Bahkan, menurut Bowo kualitas film yang dibuat juga memiliki kualitas.
"Sekarang kita festival film purbalingga digelar full virtual. Ini kalau kita bayangkan tatap muka sangat padat penontonya," ucapnya.
"Isu beras raskin dibuat film oleh anak-anak SMA, menjadi kisah yang menarik. Pendekatannya sangat luar biasa, sutradaranya mengalami sendiri. Ada lagi penderes dan bulu mata palsu, pendekatannya juga luar biasa," imbuhnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Pemain Keturunan Jerman Ogah Kembali ke Indonesia, Bongkar 2 Faktor
Pilihan
-
Harga Pangan Nasional Kompak Turun, Cabai Turun setelah Berhari-hari Melonjak
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
Terkini
-
AgenBRILink dan Kanal Digital Jadi Penggerak Inklusi Keuangan di Usia 130 Tahun BRI
-
10 Rekomendasi Hidden Gem Semarang, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun
-
5 Fakta Penemuan Bayi yang Dibuang di Tempat Sampah di Puri Pati
-
Saldo DANA Kaget: Raih Kesempatan Rp129 Ribu dari 4 Link Spesial!
-
6 Tempat Wisata Terpopuler di Salatiga untuk Liburan Akhir Tahun