Budi Arista Romadhoni
Selasa, 31 Agustus 2021 | 21:25 WIB
Ilustrasi isolasi mandiri di rumah. (Pixabay)

SuaraJawaTengah.id - Isolasi mandiri atau Isoman wajib dilakukan oleh masyarakat yang terpapar COVID-19. Meski tidak dipantau dokter setiap saat, terdapat beberapa hal yang harus disiapkan. 

Hal itu untuk memaksimalkan pengobatan saat terpapar COVID-19, yang terpenting jangan panik. 

Dokter spesialis penyakit dalam dr. Jeffri Aloys Gunawan, Sp.PD, dokter yang berpraktik di aplikasi GoodDoctor mengatakan bahwa isolasi mandiri harus dilakukan dengan benar agar efektif.

Persiapan yang harus dilakukan selama isolasi mandiri, baik untuk pasien tanpa gejala (10 hari isolasi mandiri) maupun bergejala ringan-sedang (10+3 hari), adalah logistik dan medis.

"Ingat, isoman perlu waktu cukup lama. Tidak bisa dilakukan tanpa persiapan. Pertama, siapkan kebutuhan pokok seperti makan, minum, cuci baju, dan lain-lain. Pemeriksaan medis jangan dilupakan," ujar dr. Jeffri dikutip dari ANTARA pada Selasa (31/8/2021).

Memeriksa saturasi oksigen, suhu tubuh, dan tanda-tanda vital lainnya adalah hal penting lainnya yang perlu diperhatikan saat memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri. Konsultasi ke dokter atau memanfaatkan layanan telemedisin juga harus dilakukan untuk memantau kemajuan penyembuhan.

Saat isoman, sebaiknya isolasi sendiri, tidak serumah dengan anggota keluarga yang lain. Tapi bila terpaksa tetap serumah, sebisa mungkin harus terpisah.

Sebisa mungkin menggunakan kamar mandi berbeda. Menurut dr. Jefrri, sangat disarankan untuk pergi ke tempat isolasi terpusat, hal ini guna melindungi keluarga dari risiko terpapar virus.

"Sebenarnya yang boleh isoman adalah mereka yang tidak bergejala atau bergejala ringan. Mereka yang bergejala sedang, jadi tidak cuma demam atau batuk ringan, tapi juga ada napas berat atau sesak, apalagi bila disertai penurunan saturasi oksigen, sebaiknya diperiksakan ke rumah sakit," kata dr. Jeffri.

Baca Juga: Kontak Erat dengan Penderita COVID-19? Jangan Langsung Tes, Karantina Dulu 5 Hari

Gejala sedang sendiri merupakan perbatasan antara gejala ringan ke berat. Pada pasien seperti ini, bila dilakukan foto toraks biasanya sudah ada gambaran infeksi paru sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Jika seorang pasien COVID-19 ditemukan adanya pneumonia maka perlu terapi yang lebih agresif, yang diberikan via infus, dan pemantauan yang lebih ketat.

Ilustrasi Isolasi Mandiri (Shutterstock)

Sindrom pelana kuda COVID-19 dan komorbid penyakit kronis

Menurut dr. Jeffri ada tiga fase COVID-19 dan sindrom pelana kuda, yaitu fase pertama, fase pulmonary, dan fase badai sitokin.

Intinya, pengobatan harus dilakukan agresif sebelum masuk fase dua atau fase pulmonary, apalagi jika sampai masuk ke fase tiga atau badai sitokin.

Pada orang dengan komorbid penyakit kronis seperti diabetes atau hipertensi dan lansia, risiko kematiannya akan meningkat enam kali lipat.

Load More