Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 29 September 2021 | 16:35 WIB
Rini menata batik buatannya. [Suara.com/Dafi Yusuf]

SuaraJawaTengah.id - Sosok Rini Sari Handayani adalah pengrajin batik di Kota Semarang yang membuat seragam batik untuk gereja di seluruh Indonesia. Apa yang dilakukan Iin merupakan wajah toleransi di Kota Semarang. 

Meski beragama Islam, tak menjadi soal baginya harus membuatkan seragam untuk jamaat gereja di Seluruh Indonesia. Rini justru merasa bangga karena bisa dipercaya jamaat untuk membuat seragam batik untuk mereka.

Rini bertempat tinggal di Kampung Batik Kota Semarang. Dia menekuni bisnis tersebut kebanyakan secara otodidak dan juga beberapa pelatihan batik dari pemerintah.

Setiap tahunnya dia mendapat pesanan dari gereja dari seluruh Indonesia. Meski demikian dia tak menceritakan awal mula dia mendapatkan pesanan dari jamaat gereja di seluruh Indonesia itu.

Baca Juga: Kasus PHK hingga Karyawan Unjuk Rasa, PT GS Battery Semarang Beri Penjelasan Lengkap

"Biasanya pesennya puluhan, kan untuk jamaat gereja seluruh Indonesia. Setiap tahunnya biasanya pesan, namun selama pandemi belum pesan," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Rabu (29/9/2021).

Selain untuk gereja, batik buatan Rini itu juga pernah diborong oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi dan istinya saat melakukan kunjungan ke tokonya.

"Wali kota juga pernah, saat itu langsung diborong banyak," ujarnya.

Menurutnya, pakaian batik sekarang tak hanya dipakai ketika acara formal saja. Terbukti, banyak anak muda yang sekarang membeli batik di tempatnya dengan pilihhan motif yang lebih milenial.

"Ya selain para ASN dan anak sekolah, anak-anak muda juga pada cari. Biasanya cari warna yang tak mencolok atau halus," paparnya.

Baca Juga: Sayang Dilewatkan! Ini 5 Film yang Sedang Tayang di Bioskop Semarang

Dia menjelaskan, motif batik di Kota Semarang mempunyai ciri khas sendiri dibandingkan dengan motif batik yang ada di daerah lain seperti Pekalongan dan Batang. 

Motif Batik Semarang mempunyai cerita, yang digambar adalah icon-icon Kota Semarang yang saatt ini masihh eksis seperti Tugu Muda, Gereja Belenduk dan Sam Poo Kong.

Meski demikian, dia mengaku para perajin di Kampung Batik Semarang sendiri sebagian besar mengandalkan para wisatawan yang masuk ke Kota Semarang untuk kemudian mampir ke kampung batik membeli oleh-oleh.

Namun sejak tahun 2020 lalu seiring dengan dibuka-tutupnya PPKM,  menurutnya, para perajin dan pedagang kesulitan dalam memasarkan produk.

"Hal itu disebabkan karena tidak adanya wisatawan yang berkunjung ke Kota Lumpia tersebut," paparnya. 

Di samping itu, kata dia, pihaknya yang semula juga mengandalkan instansi-instansi yang memesan batik untuk seragam, kini belum kembali seperti semula. 

"Kebanyakan dulu itu pesanan dari Pemkot, ada dari BUMN, ini belum ada. Jadi dampaknya besar sekali, kami kesulitan menjual batik," jelasnya.

Menurut Rini, beberapa upaya sebelumnya sempat dilakukan agar usaha bisa bertahan di tengah pandemi ini seperti memproduksi masker batik dan mengisi kegiatan pelatihan.

"Seiring dengan menjamurnya usaha masker dan pembatasan untuk berkerumun, upaya tersebut kini dihentikan," imbuhnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More