SuaraJawaTengah.id - Pemkab Magelang berupaya meningkatkan produksi pertanian biofarmaka. Potensi ekonomi dari budidaya tanaman obat cukup menjanjikan.
Berdasarkan survei BPS Kabupaten Magelang tahun 2020, luas panen hasil pertanian biofarmaka, turun 1.352.550 m2. Dari 5.613.788 m2 di tahun 2019 menjadi 4.261.238 di tahun 2020.
Jenis biorfarmaka yang paling banyak ditanam adalah jahe dengan luas hasil panen 1.395.225. Jumlah luas panen jahe tahun 2020 juga turun 50.125 m2 dibandingkan tahun 2019.
Dinas Pertanian Kabupaten Magelang saat ini mengupayakan perluasan lahan tanam biofarmaka memanfaatkan pekarangan warga. Tanaman rimpang seperti jahe, kunyit, kapulaga dan sejenisnya dapat ditanam diantara pohon tegakan.
“Potensi pengembangan tanaman biofarmaka atau herbal tidak memerlukan teknologi tinggi. Sehingga bisa dikembangkan di arel di bawah (tanaman) tegakan,” kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Romza Ernawan, Selasa (21/12/2021).
Untuk mendorong produktifitas, Dinas Pertanian mengembangkan desa sentra budidaya biofarmaka di Desa Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Warga Desa Tegalarum yang memiliki lahan kosong diarahkan untuk menanam berbagai jenis tanaman biofarmaka. Cara ini lebih ekonomis karena warga tidak perlu menyediakan lahan khusus.
“Pengembangan tanaman rempah, spesifik untuk tanaman cabe jamu, kapulaga, cengkeh, nanti kita kembangkan secara swadaya masyarakat. Masyarakat secara optimal akan mengembangkan di lahan pekarangan," ujarnya.
Tidak hanya aspek produksi, Pemkab Magelang juga menyiapkan pasar tani di Desa Tegalarum. Pasar ini nantinya menjadi sentra perdagangan biofarmaka di Magelang.
Baca Juga: Sekelumit Cerita Tentang Kesenian Trunthung, Musik Tradisi di Desa Warangan
Wilayah yang menjadi sentra penanaman biofarmaka saat ini antara lain berada di Kecamatan Borobudur, Kajoran, Salaman, dan Grabag.
“Pasar tani ini bantuan Gubernur Jawa Tengah. Nanti dijadikan pasar pusat produk pertanian secara umum, khususnya untuk tanaman rempah dan herbal,” kata Romza.
Berdasarkan data Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, potensi ekspor pertanian jenis rimpang seperti jahe, lengkuas, dan kunyit masih sangat besar.
Pada tahun 2018, ekspor tanaman obat seperti jahe mencapai 2 ribu ton per tahun. Sedangkan ekspor kapulaga mencapai 6 ribu ton per tahun. Bisnis tanaman bioformaka diproyeksikan semakin maju, seiring berkembangnya industry herbal dan gaya hidup masyarakat kembali ke alam (back to nature).
Bahan biofarmaka biasanya diolah menjadi bahan dasar obat herbal, produk kosmetik, dan salon kecantikan.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
BMKG: Semarang Bakal Diguyur Hujan Ringan Hari Ini, Waspada Cuaca di Kota Lain!
-
7 Keutamaan Membaca Surat Yasin yang Menggetarkan Hati, Lengkap dengan Terjemahannya
-
Terungkap! Ini 3 Lokasi Tambang yang Bikin Gunung Slamet Gundul
-
10 Mobil Baru yang akan Hadir di 2026 dan Bocoran Harganya
-
Identix Group Buka Gerbang Ekspor Produk Lokal Jateng, Kopi dan Rempah Bakal Tembus ke 42 Negara