Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 01 Maret 2022 | 07:53 WIB
Angkot di Kota Semarang yang masih beroperasi. [Suara.com/Aninda Putri]

SuaraJawaTengah.id - Pandemi yang berlangsung di tanah air berdampak hampir ke semua sektor di Kota Semarang. Selain kesehatan, dampak ekonomi menjadi perhatian. Tak terkecuali pada sektor transportasi, khusunya pada pemilik dan pengemudi Angkutan Kota (Angkot).

Adanya pembatasan berlevel, hingga fluktuatifnya penularan Covid-19 mengakibatkan jumlah Angkot terus berkurang.

Ditambah lagi dengan maraknya moda transportasi online, yang membuat eksistensi Angkot semakin terhimpit.

Kondisi tersebut membuat sejumlah pemilik Angkot di Kota Semarang mulai kelimpungan untuk menjalankan bisnisnya.

Baca Juga: Bangkit dari Pandemi COVID-19, Kadin Jateng Optimis Pariwisata Jadi Salah Satu Potensi Ekonomi yang Bisa Diandalkan

Darno (54) warga Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang satu di antaranya, yang sudah tak mau lagi menjalankan dua Angkot yang ia punya.

Hal itu terpaksa dilakukan Darno lantaran selalu merugi kala Angkotnya dioperasikan di tengah pandemi.

"Tidak ada penumpang, alhasil selalu rugi. Sudah dua tahun ini kondisi parah seperti ini," ucapnya, Senin (28/2/2022).

Dilanjutkannya, sebelum pandemi satu dari dua Angkot yang ia miliki, disewa oleh seseorang.

Namun semenjak pandemi, penyewa tidak mau lagi menggunakan Angkot yang ia sewakan.

Baca Juga: Jokowi Minta Seluruh Pekerja Sektor Industri Dapat Vaksin Booster, Biar Ekonomi Jalan Terus

"Kalau yang satu saya supir sendiri, memang kondisinya sepi. Pada takut naik Angko karena penularan Covid-19, belum lagi merebaknya transportasi online semakin mempersulit kami," katanya.

Darno senndiri berencana menjual dua unit Angkot yang ia miliki karena kondisi di tengah pandemi.

"Dulu Rp100 ribu sampai Rp200 ribu bisa dibawa pulang, kalau sekarang selalu tombok terus. Buat beli BMM saja tidak cukup," jelasnya.

Redupnya bisnis transportasi di Kota Semarang juga dibenarkan oleh Bambang Pranoto Purnomo, Ketua DPC Organda Kota Semarang.

Menurutnya, di tengah pandemi dan maraknya angkutan online, membuat pengemudi dan pemilik Angkot terseok-seok.

Bahkan Bambang menuturkan, kondisi tersebut membuat Angkot di Kota Semarang yang beroperasi berkurang banyak.

"Sebelum pandemi di Kota Semarang ada 2.300 Angkot, sekarang tinggal 1.200 saja. Hal itu menjadi bukti Angkot di Kota Semarang berkurang hampir separuhnya dalam waktu 2 tahun," terangnya.

Selain menuturkan kondisi keberadaan Angkot di Kota Semarang, Bambang menambahkan, guna meningkatkan nasib pemilik dan supir Angkot, Organda tengah mengusulkan ke Pemkot Semarang agar menggandeng para pemilik dan supir Angkot.

"Untuk itu saya mewakili para pemilik dan pengemudi Angkot yang tersisa di Kota Semarang, agar Pemkot Semarang melibatkan pemilik dan supir Angkot menjadi mitra dalam program penyediaan transportasi massal, atau menjadi sub feeder Kota Semarang. Supaya Angkot yang tersisa masih bisa menghidupi pemilik serta pengemudi," tambahnya.

Di sisi lain, Rukiyanto Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang, menyatakan siap meneruskan aspirasi Organda.

"Masukan Organda agar bisa menyentuh Angkot melalui program sub feeder tentunya akan kami tampung," imbuhnya. 

Ia menyebutkan, akan segera membuat kajian guna meneruskan aspirasi yang disampaikan oleh Organda.

"Akan kami gelar kajian hinggga diskusi mendalam terkait aspirasi dari Organda, karena kami butuh data terkait jumlah Angkot yang masih tersisa dan layak beroperasi," ucapnya.

Kontributor : Aninda Putri Kartika

Load More