SuaraJawaTengah.id - Minyak dunia saat ini telah menembus harga US$100 per barrel, jauh diatas asumsi dasar APBN 2022 diangka US$ 63 per barrel. Hal itu tentu saja akan membebani Pemerintah Indonesia.
Apalagi jika BBM yang disubsidi Pemerintah disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Maka kebocoran APBD akan semakin parah.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Jateng & DIY, Bambang Widjanarko mengatakan, jika pemerintah tidak mau tekor lebih banyak akibat kenaikan harga minyak dunia, maka pemerintah disarankan untuk menetapkan batas subsidi.
Dicontohkannya, pemerintah bisa mensubsidi dengan batasan Rp2.000 – Rp3.000 dari harga keekonomian.
Baca Juga: Subsidi BBM Lebih Tepat Jika Langsung ke Individu dalam Bentuk Bantuan Tunai
"Kalau memang mau dinaikkan, ya silakan naikkan saja, tapi jangan dilepas subsidinya. Jangan dilepas menurut harga keekonomian. Jadi, nanti harga bisa di kisaran Rp8.000 – Rp9.000 (perliter)," kata Bambang dari keterangan tertulis Selasa (19/4/2022).
Bambang juga menyarankan, solar subsidi hanya dijual untuk semua jenis angkutan umum atau barang saja, nelayan dan juga petani, agar lebih tepat sasaran. Sedangkan penjualan solar untuk kendaraan pribadi seharusnya dilarang, karena dinilai tidak tepat sasaran.
"Seharusnya BBM jenis solar tersebut hanya dijual kepada angkutan umum darat, sungai, dan laut, para petani, serta nelayan saja. Tidak diperuntukkan bagi semua jenis kendaraan pribadi," ujar Bambang.
Sebagai bentuk pengawasan terhadap penjualan solar subsidi, lanjut Bambang, pemerintah juga perlu membentuk satgas yang juga melibatkan para pengusaha angkutan umum dan barang. Pemerintah bisa melibatkan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang berasal dari akademisi, untuk mengawasi penyaluran solar subsidi.
"Perlu juga diberikan sanksi yang tegas dan jelas bagi SPBU jika ada yang terbukti menyalurkan solar kepada yang tidak berhak. Kalau saat ini, kita lihat pengawasan hanya berasal dari unsur pemerintah saja," tukasnya.
Baca Juga: Polisi Ungkap 21 Kasus Penimbunan Solar Bersubsidi di Aceh, 25 Orang Tersangka
Bambang pun menegaskan, meski sejumlah daerah mengalami kelangkaan solar, seperti di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, namun hal itu tidak terjadi di wilayah Jawa Tengah. Sejauh ini, pihaknya cukup mudah mendapatkan solar, karena pasokan dari Pertamina mencukupi.
"Di Jawa Tengah tidak ada kelangkan solar hingga hari ini. Bahkan, tidak ada pembatasan pembelian solar," tandasnya.
Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, Firmansyah S.E., M.Si., Ph.D mengatakan, fluktuasi harga minyak dunia saat ini akan menyebabkan beban subsidi makin meningkat. Apalagi, semakin jauh selisih harga minyak internasional dengan harga produk BBM di dalam negeri, bakal membuat subsidi yang digunakan untuk mempertahankan atau menjaga harga BBM rendah di dalam negeri semakin membesar.
"Adanya fenomena tersebut maka wacana pemberian subsidi energi langsung kepada orang perlu untuk didukung. Hal ini dilakukan agar subsidi yang diberikan bisa lebih tepat sasaran dibandingkan jika subsidi diberikan kepada barang," ujarnya.
Menurut Firmansyah, jika subsidi diberikan atas produk, maka orang yang tidak memerlukan subsidi (orang mampu/berpenghasilan tinggi) juga akan dapat mengakses barang bersubsidi tersebut. Dengan begitu, subsidi jadi tidak tepat sasaran.
"Namun, biasanya subsidi atas produk/barang lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan subsidi atas orang," ungkapnya.
Firmansyah menuturkan, pengurangan subsidi secara langsung bisa dilakukan secara bertahap, dengan klasterisasi, yaitu pada poduk yang dibeli oleh kelompok masyarakat golongan mampu dan kelompok golongan pendapatan rendah. Sementara, BBM yang digunakan klaster masyarakat golongan pendapatan rendah masih diberikan subsidi, dan jika dikurangi hanya sedikit.
"Untuk golongan mampu, subsidi dapat dikurangi sepenuhnya, atau dapat dilakukan pengurangan subsidi bertahap, agar tidak terjadi shock pada daya beli," tuturnya.
Firmasnyah menambahkan, jika beban subsidi dalam APBN tidak segera diatasi, maka dana yang siap dibelanjakan untuk hal lain menjadi berkurang. Misalnya belanja untuk pembangunan sekolah, kesehatan, infrastruktur dan layanan publik lainnya.
"Anggaran yang dimiliki pemerintah tentu terbatas, sehingga hal ini dapat memperlambat pembangunan yang juga dibutuhkan oleh masyarakat," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Siap-siap! Skema Subsidi BBM-Listrik Diganti Jadi BLT, Aturan Pekan Depan Keluar
-
Bahlil Ungkap Skema Subsidi BBM Terbaru, Salah Satu Lewat BLT
-
Terbongkar! Jokowi Ungkap Alasan di Balik Kenaikan Harga BBM
-
Rencana Pembatasan BBM Subsidi Ditunda? Anak Buah Bahlil Masih Bingung
-
Cara Cepat dapat QR Code Pertalite, Begini Panduan Lengkap
Tag
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
-
Tiket Kereta Api untuk Libur Nataru Mulai Bisa Dipesan Hari Ini
Terkini
-
Alokasi Anggaran Sampai Rp750 Juta, Jateng Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis
-
Jelang Nataru, Polisi Batasi Operasional Truk di Jateng
-
Target 2045: Semarang Bangun Kota Tangguh Bencana dan Berdaya Saing Global
-
Semen Gresik Tebar Kebaikan, Bantu Pedagang Sayur Keliling di Rembang Tingkatkan Penghasilan
-
Ramai-ramai ke Rumah Jokowi, Calon Kepala Daerah Diminta Fokus pada Isu Mendasar dan Prioritas Lokal