Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 21 Mei 2022 | 06:32 WIB
Eks Napiter Machmudi Hariono alias Yusuf menceritakan pengalamannya ketika dulu terjebak dalam jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di SMA Muhammadiyah 1 Weleri Kendal. [Istimewa]

“Siapa di antara kalian yang tidak memiliki media sosial? Angkat tangan,” tanya Nisa kepada para siswa di forum itu. Tidak ada satu pun siswa yang angkat tangan.

Artinya, lanjut dia, rata-rata remaja atau pelajar hampir bisa dipastikan menjadi pengguna media sosial. Seperti facebook, twitter, instagram, tiktok dan lain-lain. Fenomena ini menjadi celah bagi kelompok radikal untuk melakukan aksi propaganda dengan sasaran generasi milenial.

“Kami di komunitas Ruangobrol.id selama ini aktif melakukan riset mengenai berbagai fenomena radikalisme dan terorisme ini. Riset-riset tersebut juga dikemas ke dalam sejumlah film dokumenter. Di antaranya film berjudul ‘Jihad Selfie’, mengisahkan tentang perjalanan seorang pelajar asal Indonesia di Turki yang memutuskan menjadi pejuang ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),” katanya.

Film lainnya yakni berjudul “Pengantin” yang mengisahkan seluk beluk pelaku bom bunuh diri. Viking The Imam, kisah pelajar SMA yang merupakan anak seorang pejabat penting di Batam. “Dia memutuskan hijrah ke Suriah. Bahkan sekeluarga akhirnya juga ikut atas ajakannya,” ujarnya.

Baca Juga: Gus Miftah Ingatkan, Rasa Kebencian Terhadap Pemimpin Bisa Memicu Paham Radikalisme

Load More