Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 21 Juli 2022 | 07:21 WIB
Kusno (26), pemuda lulusan SD yang memiliki usaha pentol dengan penghasilan bersih Rp 1 juta perhari. [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Usaha tak akan mengkhianati hasil. Ungkapan itulah yang selalu menjadi pedoman Kisno (26), pemuda rantau asal Desa Asinan, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara.

Di kontrakannya yang berada di gang sempit, Kelurahan Mersi, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, kisah perjuangan meraih kesuksesan dari berjualan jajanan pentol diceritakannya.

Waktu menunjukkan pukul 11.13 WIB. Tak seperti biasanya, siang itu, Kisno dan dua pegawainya sudah bersantai. Karena, seringkali dapur untuk produksi baru selesai selepas azan zuhur. Rabu (20/7/2022), ia memulai produksi lebih pagi.

"Hari ini memang lagi gasik selesainya. Ga tau kenapa kebetulan tadi juga proses produksinya lebih gasik" kata Kisno sembari menyantap nasi padang yang tersaji di meja ruang tamu, Rabu (20/7/2022).

Baca Juga: 5 Wisata Alam Paling Kece di Baturraden Banyumas

Tak pernah terbayangkan sebelumnya usaha dagang pentol yang sudah dijalani dari tahun 2014 akan sebesar seperti sekarang ini. Jatuh bangun dan pahit manisnya berdagang sudah ia rasakan.

Sebelum memasuki dunia bisnis, selepas pendidikan Sekolah Dasar ia sempat bekerja di Banjarnegara kota menjadi pelayan di salah satu pedagang bakso ternama. Namun bosnya saat itu, meminta Kisno untuk menjaga sawah selama sebulan menjelang panen.

"Saya sempat jaga sawah sebulan, kebetulan yang punya sawah itu juga punya usaha bakso nah saya akhirnya disuruh jadi pelayan disitu," terangnya.

Saat itu, ia memutuskan untuk langsung bekerja setelah lulus SD. Faktor keterbatasan ekonomi kedua orangtuanya menjadi alasan kuat. Dirinya tak ingin lebih jauh merepotkan orangtuanya yang berprofesi sebagai petani.

"Karena saya tidak mau ngerepotin. Kasihan orangtua, penghasilannya cuma cukup buat makan sehari-hari. Jadi saya kasihan ga mau nambah beban," jelasnya

Baca Juga: Bocah 5 Tahun Terbakar Usai Beli Ice Smoke, Apakah Nitrogen Cair Berbahaya?

Tiga tahun lamanya ia bekerja sebagai pelayan bakso. Namun memasuki tahun kedua, ia meminta untuk terlibat dalam langst peracikan bakso sebelum dihidangkan.

Ibarat pekerja kantoran, jenjang karirnya naik satu tahap. Alhasil, dia sedikit mengetahui racikan bakso yang sedap dilidah pelanggan. Dari situlah basic meramu kuah bakso tercipta.

Memasuki periode ketiga, hasrat ingin maju dan berkembang tak terbendung. Ia memutuskan untuk keluar dari kerjaannya dan merantau ke Jakarta di usianya yang masih tergolong muda.

Tahun 2013, ia dibawa pamannya bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Sebenarnya, setelah lulus SD ia bercita-cita menjadi kuli bangunan. Namun keinginan itu baru tercapai 3 tahun kemudian.

Tak seindah yang ia bayangkan, ibukota terlalu keras bagi dirinya yang saat itu baru berusia 17 tahun. Ia pun hanya bertahan delapan bulan bekerja di Jakarta.

"Saya cuma betah delapan bulan di Jakarta. Tapi saya tidak menyesal. Karena dari awal niat saya pengin cari pengalaman dan berkembang. Kebetulan saya sempat berkeinginan jadi kuli setelah lulus SD," ungkapnya.

Sepulangnya dari ibukota, dirinya mendapat tawaran dari salah satu pengusaha bakso di Banjarnegara untuk bekerjasama membuka usaha pentol. Namun bukan bekas tempat dirinya bekerja dahulu. Kesempatan ini tak disia-siakannya.

Pada tahun 2014, perjalanan membuka usaha pentol dimulai. Kota Purbalingga menjadi singgahan pertama Kisno. Bukan tanpa alasan, sewaktu itu, ia dimodali oleh pengusaha bakso asal Banjarnegara. Ia mengolah sendiri resep pentol yang kemudian diberi nama 'Pentol Deg-degan'.

Ia tak tahu persis dari mana, asal muasal dinamakan Pentol Deg-degan. Ini merupakan nama pemberian dari sang pemilik modal saat itu. Setahun berjalan usahanya berkembang. 

Kisno kemudian diberi kepercayaan untuk melebarkan sayap ke Kabupaten Kebumen. Sedangkan usahanya di Purbalingga dikelola keponakan bosnya.

Jiwa dagangnya semakin terasah. Di Kebumen, usahanya juga berkembang. Terbukti dengan adanya tujuh gerobak yang dimilikinya. Namun, di Kebumen usahanya hanya bisa berjalan satu tahun.

"Sebenarnya di Kebumen sudah jadi. Tapi ada persoalan pribadi yang akhirnya membuat usaha saya harus tutup. Dari situ saya mendapat pelajaran berharga lagi," tuturnya.

Angin membawa petualangan berdagang pentol ke Purwokerto. Di kota mendoan ini, awalnya ini hanya memiliki satu gerobak. Kompleks Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) menjadi langkah pertama otletnya buka.

"Saya di modali dulu sama bos saya akhir tahun 2017. Omsetnya saat Rp 700 ribu perhari," ujarnya.

Waktu itu, dia langsung mempekerjakan orang. Hal ini bertujuan agar ia bisa fokus di dapur untuk mengolah daging ayam. Terlebih saat itu, ia juga yang belanja bahannya sendiri ke pasar.

Tahun pertama usahanya mulai membuahkan hasil. Secara bertahap otletnya semakin bertambah banyak. Dari mulai kompleks kampus Unsoed, UIN Saizu dan pusat perbelanjaan di jantung kota Purwokerto.

"Total sekarang kalau tidak salah ada 16 gerobak. Tersebar di lima kecamatan. Alhamdulillah sudah bisa menikmati hasilnya sekarang," akunya.

Dirinya mengaku tidak memiliki strategi khusus dalam pemasaran. Usahanya mengalir dan getok tular dari mulut-kemulut pelanggan. Namun ia memiliki satu rahasia yang mungkin menjadi penglaris dagangannya.

"Mungkin bisa berkembang seperti sekarang karena saya menjaga kualitas rasa ya. Tidak ada yang saya kurangi dari awal buka. Malah semakin saya tambah bumbunya biar semakin terasa," imbuhnya.

Untuk satu butir pentol berukuran kecil dibanderol dengan harga Rp 500. Sedangkan yang pentol berukuran besar berisi potongan daging dijual dengan harga Rp 3.500. Berapapun pelanggan membeli akan dilayani. Tidak dibatasi minimal pembelian. Namun menurutnya, rata-rata pelanggannya membeli tiap porsi Rp 5.000.

Baginya, para pedagang yang berjualan produknya adalah mitra kerja. Ia tidak menyebut sebagai karyawan. Karena sistem pembayarannya bagi hasil. Hal inilah yang membuat para mitra kerjanya betah bekerjasama dengan Kisno.

"Sistemnya itu, presentasi setiap hari. 15 persen untuk yang kerja. Sedangkan uang makan saya kasih Rp 20 ribu setiap hari. Pendapatan terendah para pedagang Rp 100 ribu, sedangkan yang tertinggi itu outlet yang Mersi, sehari penghasilan bersih bisa Rp 250 ribu," katanya.

Usahanya ini, selain untuk penghidupan juga diniatkan Kisno membantu para pengangguran yang ingin mendapat penghasilan cukup. Karena banyak diantara mitra kerjanya yang awal bergabung belum memiliki kendaraan sampai saat ini bisa membeli sepeda motor sendiri.

Dalam sehari Kisno mengaku bisa memproduksi daging ayam mencapai 50-70 kg. Dari total daging tersebut bisa menghasilkan 10 ribu butir pentol kecil dan besar. Pentol tersebut hampir bisa dipastikan habis dalam sehari.

"Jadi kalau lokasi yang ramai itu bisa habis 2.200 butir pentol kecil. Tiap gerobak jumlahnya beda-beda. Tergantung ramai atau tidaknya. Karena saya jarang menyisakan pentol. Produksi hari ini ya saya usahakan habis untuk hari ini juga," tuturnya.

Dari banyaknya otlet tersebut yang kemudian membuat penghasilan Kisno terbilang fantastis. Dalam sehari, penghasilan bersihnya mencapai Rp 1 juta. Bahkan akhir-akhir ini dalam seminggu penghasilan bersihnya mencapai Rp15 juta tiap minggu.

Penghasilan yang terbilang fantastis diinvestasikan menjadi tanah di kampung halamannya. Ia tidak ingin berfoya-foya dengan uang yang dimiliki. Selain untuk menafkahi istri dan satu orang anaknya, ia juga tengah merencanakan untuk membeli hunian di Purwokerto. Hal ini agar, uangnya tidak habis tak tersisa.

"Tahun ini saya menargetkan ada 30 outlet di dalam kota. Yang terdekat sih bulan depan saya mau buka 5 gerobak lagi. Lagi cari tempat yang strategis. Saya sendiri yang survey lokasinya. Biar bisa hidup ayem masa tuanya," tutupnya.

Tri Sasongko (30), salah satu mitra kerjanya yang bertugas menyuplai dan membantunya di dapur mengaku menikmati pekerjaannya saat ini. Ia mengaku sehari mendapat penghasilan bersih Rp 100 ribu.

"Jam kerja saya itu dari jam 5 pagi sampai 11 siang. Kalau mau libur ya libur saja. Tapi ya tidak dapat penghasilan karena sistem bayarannya harian. Tugas saya ngantar pentol ke gerobak yang lokasinya lumayan jauh dari sini naik motor," ungkapnya.

Ia sudah bermitra dengan Kisno sejak tiga tahun lalu. Saat pertama ia bergabung, Kisno baru memiliki tiga gerobak. Ia juga sempat mendapat tugas berjualan di outlet UMP selama satu tahun.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More