SuaraJawaTengah.id - Di pelosok, detail peristiwa September 1965 atau yang sering disebut G30SPKI tidak segamblang yang diberitakan di Jakarta. Kabar pemberontakan dan pembunuhan para Jenderal, hanya samar-samar mereka dengar.
Tahun 1965. Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang termasuk daerah terpencil.
Jalan tembus Kabupaten Magelang menuju Boyolali masih berupa jalan setapak. Rute membelah dua gunung: Merapi dan Merbabu, dikenal sebagai wilayah yang angker.
Hutan yang melingkupi kawasan ini dikenal sebagai sarang bramacorah. Rumah segerombolan rampok yang terdiri dari para eks pejuang kemerdekaan yang ditolak masuk Angkatan Perang RI.
Ribuan mantan pejuang gagal menjadi tentara Republik akibat kebijakan Rekonstruksi dan Resionalisasi tahun 1947. Kebijakan yang diambil Wakil Presiden Hatta, sebagai jalan merampingkan angkatan perang dan efisiensi anggaran.
Nama-nama tokoh Sastropadi, Harjomail, dan Sumo, menebar teror bagi warga kawasan lereng Merapi dan Merbabu.
Tidak banyak orang berani melintasi jalur ‘tengkorak’ ini. Apalagi jalan besar yang bisa dilalui kendaraan baru dibangun sampai Desa Ketep.
"Sampai sini masih jalan setapak. Misal ada pejabat dari kabupaten atau kecamatan datang ke sini, naik kuda. Dijemput, terus naik kuda begitu," kata Siswo Nuryanto, mantan Kepala Desa Wonolelo.
Seperti kebanyakan yang berlaku pada masa dulu, jabatan lurah di desa-desa di wilayah pegunungan biasanya dijabat secara turun temurun. Begitu juga Siswo Nuryanto.
Baca Juga: Menilik Kompleks Kamp Plantungan Tahanan Perempuan yang Dianggap Gerwani Era PKI
Dirunut ke atas, Darmoredjo ayah dari Siswo Nuryanto juga mantan lurah Wonolelo. Jabatan itu diterimanya secara estafet dari paklik dan pakdenya yang juga lurah.
Keluarga besar ini dipercaya menjadi lurah turun temurun karena saat itu masih sedikit orang yang mengenyam pendidikan tinggi. Tidak sembarangan orang dianggap layak memimpin desa.
"Itu semua lewat pilihan. Mungkin karena masih jarang orang yang bisa sekolah. Saya jago tunggal saat itu. Saya pilihan lurah 2 kali itu jago tunggal."
Dicopot Lurah
Darmoredjo menjabat lurah sejak tahun 1947. Memimpin desa selama 18 tahun, jabatannya sebagai lurah dicopot begitu saja karena dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia.
"Suatu hari bapak hadir rapat di kecamatan. Terus langsung nggak boleh pulang. Di rumah terus tanya-tanya kenapa kok nggak pulang? Katanya bapak ikut anggota PPDI. Persatuan Pamong Desa Indonesia. Katanya PPDI bernaung dibawah PKI."
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
- 5 Rekomendasi Mobil Tua Irit BBM, Ada yang Seharga Motor BeAT Bekas
Pilihan
-
Emiten Adik Prabowo Bakal Pasang Jaringan Internet Sepanjang Rel KAI di Sumatra
-
7 Sepatu Lari Lokal untuk Mengatasi Cedera dan Pegal Kaki di Bawah 500 Ribu
-
Klaim Listrik di Aceh Pulih 93 Persen, PLN Minta Maaf: Kami Sampaikan Informasi Tidak Akurat!
-
TikTok Hadirkan Fitur Shared Feed untuk Tingkatkan Interaksi Pengguna
-
Harga Pangan Nasional Kompak Turun, Cabai Turun setelah Berhari-hari Melonjak
Terkini
-
Ratusan PWNU-PCNU Kompak Ikuti Kiai Sepuh, Posisi Gus Yahya Menguat
-
AgenBRILink dan Kanal Digital Jadi Penggerak Inklusi Keuangan di Usia 130 Tahun BRI
-
10 Rekomendasi Hidden Gem Semarang, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun
-
5 Fakta Penemuan Bayi yang Dibuang di Tempat Sampah di Puri Pati
-
Saldo DANA Kaget: Raih Kesempatan Rp129 Ribu dari 4 Link Spesial!