Disinggung mengenai upaya yang perlu dilakukan pemerintah daerah pada masa transisi pandemi menuju endemi, Yudhi mengatakan hal itu hanya perubahan terminologi saja, karena sebetulnya COVID-19 masih ada di tengah masyarakat.
"Itu (COVID-19) menjadi ancaman kesehatan kita," katanya.
Yudhi mengatakan sekitar 80 persen pasien yang berobat itu mengalami inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan beberapa di antaranya diduga terkena COVID-19.
Bahkan, banyak anak usia di bawah 18 tahun yang mengalami ISPA, sehingga vaksin penguat harus mulai diberikan kepada mereka yang hingga saat ini baru mendapatkan vaksin dosis kedua.
"Tentunya langkah-langkah yang dilakukan pemerintah saat ini menuju kondisi ke arah endemi. Jadi, semua ketentuan regulasinya sudah disiapkan untuk menuju ke arah itu," katanya.
Lebih lanjut, Yudhi mengaku sepakat dengan pendapat beberapa pakar, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan bahwa nantinya vaksin COVID-19 seolah-olah menjadi kebutuhan rutin dan kemungkinan setiap tahun harus divaksin.
Ia mengatakan jika pernyataan tersebut menjadi kenyataan, akan repot, karena saat sekarang masih berstatus pandemi, sehingga biaya penanganan COVID-19 termasuk vaksinasi masih ditanggung oleh pemerintah.
"Akan tetapi, ketika statusnya sudah menjadi endemi, kan pemerintah tidak menanggung itu semua lagi. Mudah-mudahan BPJS Kesehatan bisa menanggung ini," katanya.
Ia mengatakan jika pemerintah sudah tidak menanggung biaya vaksinasi, konsekuensinya masyarakat harus membeli.
Baca Juga: Pandemi Covid-19 Segera Berakhir, Jokowi Khawatir Soal Pemulihan Ekonomi
"Bayangkan, saat ini yang gratis saja kan cakupan untuk booster masih rendah. Kalau berbayar, bisa dibayangkan lagi, bisa-bisa enggak ada lagi yang mau vaksin, ini problem," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat harus memahami bahwa perubahan terminologi dari pandemi menjadi endemi ada konsekuensinya dari sisi pembiayaan.
Hal itu disebabkan saat masih pandemi, semua pembiayaan akan ditanggung oleh pemerintah, karena merupakan wabah nasional, namun ketika sudah endemi, semua kebijakan pembiayaan tersebut harus dicabut.
"Menurut saya, kalau saat ini ada kesempatan untuk vaksinasi penguat bagi yang memenuhi syarat, kenapa tidak? Vaksin penguat itu ada manfaatnya," katanya. [ANTARA]
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota