Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 10 November 2022 | 19:00 WIB
Ibu-ibu kelompok Petanik Kampung KB Gadis menyemai bibit sayuran hidroponik. [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Kehidupan bantaran rel kereta api di wilayah perkotaan hampir selalu diidentikkan dengan kawasan kumuh, tidak tertata dan permasalahan sosial lainnya. Dari situ tak sedikit juga penyakit masyarakat hadir mewarnai hiruk pikuk kehidupan urban.

Seperti yang terjadi di Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Pada medio sebelum tahun 2017, masyarakat yang hidup di bantaran rel setempat diresahkan dengan maraknya kasus tawuran antar pelajar yang terpengaruh minuman alkohol nyaris tiap hari.

Kasus ini muncul karena di bantaran rel sepanjang 210 meter tergolong kumuh dan tidak terawat. Warga setempat menganggap kekumuhan yang timbul menjadi sumber konflik.

Hal ini diperparah karena adanya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di bantaran rel yang masuk wilayah RW 3 dan 4. Kesadaran warga saat itu untuk menjaga lingkungan terbilang rendah.

Baca Juga: Geger! Ikan Hiu Tutul Berukuran 6 Meter Terdampar Mati di Pantai Ketapang Cilacap, Penyebab Kematian Masih Misterius

Muhlasin (58) warga setempat mengisahkan buruknya kehidupan kelam yang terjadi beberapa tahun silam karena berbagai faktor. Hingga akhirnya tercetuslah ide untuk mengubah stigma negatif bantaran rel Kelurahan Tegalreja.

"Dahulu pak presiden mencanangkan kampung KB tahun 2016 akhir. Pada tahun 2017 awal kita benahi kawasan sini dengan swadaya masyarakat khususnya diawali RW 04," kata Muhlasin saat ditemui, Rabu (26/10/2022).

Muhlasin mengatakan dahulu fokus yang menjadi permasalahan utama adalah mengubah kawasan bantaran rel.

Yang pertama karena kondisi rel yang kumuh, kemudian yang kedua adanya tempat pembuangan sampah, yang ketiga adalah tempat kenakalan remaja. Tiga faktor itulah yang mengilhami tokoh masyarakat disini untuk mengubah kawasan yang kotor menjadi kawasan menarik, indah bahkan sekarang menghasilkan.

"Di sini sebelum tahun 2017, jadi pelarian anak-anak remaja nongkrong dan mabuk-mabukan. Dengan adanya kegiatan itu sering terjadi kecelakaan kereta api. Artinya sering orang terlindas karena lupa dan lalai karena dalam keadaan mabuk," terang dia.

Baca Juga: Berkat EWS Tenaga Hybird, Tambak Aming di Kampung Laut Cilacap Kini Selamat dari Luapan Banjir Rob

Kejadian tragis ini menurutnya dalam satu tahun bisa terjadi 4 sampai 5 kali tertabrak kereta api. Padahal usianya masih produktif bekisar SMP dan SMA.

Dari situlah kemudian tokoh masyarakat merasa prihatin terhadap regenerasi anak muda karena kondisi lingkungan hidup tidak nyaman.

"Kemudian timbul satu tekad yang luar biasa, masyarakat setempat bagaimana supaya mewujudkan cita-cita menjadikan kawasan yang indah," ungkap Muhlasin.

Berbagai cara pendekatan melalui laporan kepada bhabinkamtibmas dan babinsa sudah dilakukan supaya menghalau anak-anak tidak nongkrong. Tetapi keesokan harinya terjadi lagi.

"Maka akhirnya mempunyai keinginan bagaimana itu bisa hilang sendiri. Dimulai dengan pendataan identifikasi masalah, semua kita susun," tuturnya.

Lambat laun, bantaran rel mulai dibersihkan dan dibikin taman secara swadaya. Sewaktu itu kalau dinilai secara investasi diperkirakan menghabiskan ratusan juta. 

Karena mulai dari persiapan lahan kemudian membangun dan membikin taman dan memelihara, karena tekad yang kuat sehingga ini bisa dilaksanakan.

"Kita lakukan kerja bakti mulanya di RW 4. Sehingga rel yang ada sekitar 210 meter kurang lebih, dibagi menjadi 7 RT, masing-masing RT mempunyai kewajiban untuk mengelola itu," kata dia.

Pola Pikir

Hanya butuh waktu kurang dari satu tahun bisa mengubah pola pikir masyarakat. Kemudian keberhasilan itu yang mampu mendorong masyarakat untuk terus peduli.

Dengan adanya taman, kenakalan remaja akhirnya hilang dengan sendirinya. Kemudian perlahan mindset masyarakat bisa berubah.

"Tadinya kan untuk membuang sampah dan tidak peduli. Adanya ini, masyarakat jadi merasa memiliki dan memelihara taman menjadi tempat berkumpul keluarga," ungkapnya.

Pertengahan tahun 2017, Kampung KB Kelurahan Tegalreja, lahir. Sebagai identitas diri, masyarakat menamai Kampung KB 'Gadis' akronim dari Guyub, Aman, Damai, Indah dan Sejahtera.

Sejak saat itu, Muhlasin dipercaya menjadi ketua kelompok. Keseriusan tersebut berbuah manis. Pada tahun 2017 kampung KB 'Gadis' mendapatkan penghargaan juara 3 tingkat provinsi kampung KB.

"Setelah tim penilai dari Jateng melihat lokasi sini, walaupun juara 3 berpotensi untuk dikembangkan. Maka justru kita jadi perwakilan Jateng ikut ditingkat nasional. Ditingkat nasional malah jadi juara 1 tahun 2019," ujarnya dengan bangga.

Dari prestasi tersebut kemudian warga menginisiasi membangun taman hidroponik agar lebih produktif. Bak gayung menyambut, PT Kilang Pertamina International (KPI) Unit Cilacap melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) membangun greenhouse untuk hidroponik.

Hidroponik

Ketua kelompok Petanik (Pegiat Tanaman Hidroponik), Kasiatun (55) warga RT 01/03 Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan mengatakan manfaat dari greenhouse untuk pembibitan yang nantinya akan kita tanam di rangkaian hidroponik di sepanjang bantaran rel.

Taman hidroponik ini sudah 3 tahun berjalan. Ada 20 ibu-ibu yang terlibat. Masing-masing anggota memiliki tugas untuk menyirami bibit tanaman pokcoy, slada air, sledri dan cabai merah pada pagi dan sore hari.

"Sekarang sudah ada 10 rangkaian pipa. Satu rangkaian ada 128 lubang untuk ditanami sayur. Satu rangkaian hidroponik yang ada menghasilkan 30-40 ikat sayur dalam waktu satu bulan setengah," kata dia.

Atun mengaku meskipun sudah 3 tahun berjalan, belum ada keuntungan secara finansial. Sementara ini, hitung-hitung agar ibu-ibu yang terlibat bisa berkegiatan positif.

"Anggota mendapat kegiatan positif. Kami belum memikirkan ke arah ekonomi, karena kita baru mulai. Sehingga mengurangi kumpul-kumpul yang tidak ada manfaatnya," terangnya.

Greenhouse hidroponik yang saat ini berdiri diuntungkan dengan adanya panel surya untuk mengoperasikan listrik dan pompa air. Karena dahulu, masyarakat iuran untuk membayar listrik.

"Ini greenhouse menggunakan panel surya. Kita sudah tidak mengandalkan listrik dari warga. Bantuan dari CSR Pertamina sebesar  1.000 Watt sekitar setahun lalu. Setelah adanya ini sangat hemat karena kami tidak dibebani bayar listrik dan sebagainya," akunya.

Sebelum ada panel surya, penyemprotan dilakukan secara manual. Saat itu greenhouse belum berdiri. Panel surya diberikan setelah ada greenhouse karena khusus untuk penyemaian bibit sayuran.

Lurah Tegalreja, Sri Subarwati mengungkapkan sangat terbantu dengan adanya kegiatan positif yang dilakukan oleh ibu-ibu setempat. Dirinya berharap kedepan selain ada manfaat ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga, lokasi greenhouse eco smart ini bisa menjadi wisata edukasi tentang cara bertani dengan metode hidroponik.

"Melihat perkembangan kampung KB Gadis harapan kami siswa pendidikan ataupun perkuliahan untuk lebih mendalami tentang bagaimana mengelola hidroponik dan manfaatnya di bidang ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina International Unit Cilacap Cecep Supriyatna menjelaskan engenai pemasangan solar cell yang ada di kampung gadis, karena memang disitu tadinya masih menggunakan energi listrik.

"Kita mencoba agar listrik disitu bisa mandiri dan tidak berbayar. Kita bantu dengan solar cell untuk keberlanjutan. Selain hemat juga lebih ramah lingkungan," katanya.

Selain untuk penerangan dan operasional taman, penggunaan listrik disitu untuk mengaliri hidroponik menggunakan pompa air. Ini juga sekaligus untuk mempermudah warga agar lebih mandiri dan lebih hemat.

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More