Budi Arista Romadhoni
Senin, 12 Juni 2023 | 14:51 WIB
Suasana di Pesantren Tombo Ati Semarang, beberapa waktu lalu. [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Kepala Sukisno tertunduk lesu, dua bola matanya berkaca-kaca saat mengingat masa lalunya di dunia hitam. Sebelum bertaubat, Sukisno muda cukup terkenal sebagai pengguna sekaligus pengedar narkoba di wilayah Semarang Utara, Kota Semarang.

Sehari-sehari Sukisno nggak bisa jauh dari obat-obatan terlarang seperti sabu-sabu. Dia juga berperan penting dalam menjaga kerahasiaan transaksi obat-obatan terlarang tersebut.

"Sejak remaja saya sudah bergaul dengan bos-bos bandar di Pelabuhan Tanjung Mas," buka Sukisno, pada SuaraJawaTengah.id Senin (12/6/2023).

Berada di lingkaran setan, ternyata nggak selamanya membuat hidup Sukisno merasa nyaman. Di suatu malam, batin Sukisno berontak. Ia seolah ingin berhenti dan jauh-jauh dari obat-obatan terlarang tersebut.

Tahun terus berganti, Keresahan Sukisno semakin memuncak ketika ia mendekam di Lapas Kedungpane berbarengan dengan kelahiran buah hati keduanya.

Sukisno waktu itu hanya dikurung selama enam bulan. Ia ditangkap setelah ketahuan jadi pengguna dan pengedar narkoba. Selapas menghirup udara segar, Sukisno langsung teringat akan sosok kakaknya yang waktu itu sudah mondok di Pesantren Tombo Ati Semarang.

"Tanpa pikir panjang setelah menghubungi kakak, saya pun gabung jadi santri di sana. Setiap hari saya merenung dan puasa. Saya ingin menembus dosa-dosa yang telah saya lakukan," tutur Sukisno.

"Alhamdulillah saat nyantri dari 2006 sampai sekarang. Batin saya merasa tentram berkat bimbingan dari Gus Tanto. Kalau sekarang punya usaha travel," lanjut lelaki kelahiran tahun 1965 tersebut.

Penuh Penyesalan

Baca Juga: Swiss-Belboutique Yogyakarta Serahkan Donasi Hasil Penjualan Paket Buka Puasa 2023

Kondisi serupa juga dialami Ayong, sebelum bertaubat tahun 1980an. Ayong muda sudah kecanduan judi. Untuk mendapatkan uang, Ayong tak segan menodong maupun merampas barang milik orang lain di jalanan.

"Saya sampai lupa berapa banyak orang yang saya begal dan saya tusuk kalau dia melawan," kenang Ayong mengingat masa kelamnya dulu.

Ramai-ramainya penembakan misterius (petrus) jadi titik balik bagi kehidupan Ayong. Lelaki tua berusia 65 tahun itu tak menampik kalau dirinya ketakutan. Beberap kali Ayong sempat dicurigai oleh polisi maupun intel.

"Waktu itu saya takut, karena banyak teman-teman saya yang jadi korban. Pas saya putuskan jadi kuli bangunan, rasa khawatir jadi sasaran tetap ada. Saya selalu menutup wajah saya saat bekerja," tuturnya.

Berkat itulah Ayong pun selamat dari sasaran petrus. Seiring berjalannya waktu Ayong berganti-ganti pekerjaan. Hingga akhirnya ia memiliki sebuah usaha servis alat elektronik.

"Pertemuan dengan Gus Tanto terbilang nggak sengaja. Kebetulan waktu itu saya lagi memperbaiki kulkas milik Pak Yai. Tiba-tiba hidup saya merasa lebih nyamannya ketika dekat dengan Pak Yai," paparnya.

Load More