Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 18 Oktober 2023 | 11:26 WIB
Potret gerbang depan Masjid Kyai Sholeh Darat di Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara. Selasa (17/10) [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Masjid Kyai Sholeh  Darat yang berada di Jalan Kakap Darat Tirto Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara nampak seperti masjid pada umumnya. Tak ada yang istimewa selain bentuk bangunan yang sederhana.

Tapi siapa sangka masjid ini satu-satu peninggalan bersejarah seorang mahaguru santri Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani alias Kyai Sholeh Darat yang masih bisa disaksikan sampai sekarang.

"Kalau dulu nama langgarnya Sayyid, kalau berdiri langgar sudah sangat tua sekali. Sudah ada sebelum Mbah Sholeh datang ke sini," kata salah satu cicit Kyai Sholeh Darat, Lukman Hakim Saktiawan pada Suara.com Selasa (17/10/2023).

Seiring banyaknya jemaah, Masjid Kyai Sholeh akhirnya mengalami pemugaran tahun 1990an. Tidak mengubah bentuk maupun desain. Hanya dilebarkan dan mengganti bahan-bahan yang lebih kokoh.

Baca Juga: Kawasan TPA Jatibarang Semarang Kembali Terbakar, Lokasi Berada di Zona 3

"Detailnya mbah Sholeh datang pertama kali ke sini saya kurang paham. Tapi Mbah Sholeh tinggal disini cukup lama, sampai wafatnya disini," tuturnya lelaki yang akrab disapa Gus Lukman tersebut.

Guru Ulama-ulama Besar

Saat menginjakkan kaki di Kota Semarang setelah mendalami ilmu agama di Mekkah. Kyai Sholeh Darat kemudian mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Darat. Dulu ponpes milik Kyai Sholeh Darat dikenal sebagai pondok "pamungkas".

Ibarat sebuah universitas, Ponpes Darat seperti pascasarjana. Santri-santri yang mondok disini sudah berguru pada kyai-kyai nusantara. Mereka berguru ke Kyai Sholeh Darat untuk menyempurkan atau memparipurnakan ilmu agama.

"Kalau dua ulama besar Hasyim Asyari dan Ahmad Dahlah udah jadi santri Kyai Sholeh Darat saat keduanya bertemu di Mekkah," paparnya.

Baca Juga: Cegah Kasus Bullying, Wali Kota Semarang Minta Sekolah Perbanyak Kegiatan Positif untuk Siswa

"Setelah mbah Sholeh pulang ke Jawa beliau-beliau ini nyusul termasuk santri-santri lainnya," tambah Gus Lukman.

Diceritakan Gus Lukman, sehari-harinya Kyai Sholeh Darat banyak menulis kitab. Meski dilarang kolonial Belanda, Kyai Sholeh Darat menyiasatinya dengan menggunakan huruf arab pegon.

"Huruf arab pegon itu tulisan yang menggunakan huruf arab tapi bahasanya menggunakan bahasa Jawa. Mbah Sholeh ingin santri-santrinya yang tidak sekolah paham tafsiran Al-Quran," bebernya.

Pertemuan dengan RA Kartini

Sebelum Kyai Sholeh Darat bertemu pertama kali dengan tokoh emansipasi wanita RA Kartini di Masjid Agung Demak. Menurut pendapat Gus Lukman, keduanya mungkin sudah mengenal sejak kecil. Sebab mereka sama-sama lahir dan besar di Jepara.

Lalu Kartini ternyata tertarik dengan kitab-kitab yang ditulis Kyai Sholeh Darat. Karena tidak mengerti, Kartini pun meminta secara khusus pada Kyai Sholeh Darat untuk menerjemahkan ke bahasa Jawa.

Setelah pertemuan itu, Kartini meminta izin pada keluarga untuk dibuatkan waktu khusus untuk bertemu dan belajar agama dengan Kyai Sholeh Darat secara khusus.

Kata Gus Lukman, Kartini juga sesekali menyambangi Ponpes Darat dan tidak menetap. Karena ponpes hanya diperuntukkan untuk santri laki-laki.

"Kartini ini sebenarnya santriwati, isu-isu liar Kartini abangan kok kurang pas. Mbah Sholeh ngasih hadiah pernikahan berupa kitab dan itu tulisan arab. Andaikan Kartini abangan saya yakin dia nggak bisa baca," tuturnya.

Dipindahkan ke Bergota

Makam Kyai Sholeh Darat di kompleks pemakaman umum bergota masih ramai dikunjungi peziarah. Bahkan makam mahasantri nusantara iti sudah direvitalisasi oleh Pemeritah Kota Semarang.

Dulunya makam Kyai Sholeh Darat didekat ponpes atau masjid. Kata Gus Lukman, pihak Belanda memindahkan makam Kyai Sholeh Darat ke bergota.

"Karena kawasan bergota ditetapkan jadi pemakaman tahun 1930. Enam tahun kemudian disana diadakan acara haul untuk memperingati perjuangan Kyai Sholeh Darat," paparnya.

Rupanya pihak keluarga tidak berkenan pemugaran makam Kyai Sholeh Darat pada tahun 2022. Pihak keluarga ingin makam eyangnya tidak dibikin megah seperti sekarang.

"Pemkot dan NU tidak ada berita izin atau minta pendapat ke keluarga. Padahal yang merawat makam eyang di bergota itu bapak saya," pungkasnya.

Kontributor : Ikhsan

Load More