Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 12:47 WIB
Potret warung burjo di daerah Pasar Ngaliyan masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Jumat (27/10) [Suara.com/Ikhsan]

Setelah saya menyantap dua buah gorengan dan menghabiskan minuman kopi. Saya semakin penasaran untuk menelusuri pencarian bubur kacang hijau di warung lainnya.

Dari Jalan Prof. Dr. Hamka saya kembali mengendarai kendaraan sepeda motor menuju Pasar Ngaliyan. Disana saya pernah melihat ada sebuah warung burjo.

Pencarian saya membuahkan hasil, warung burjo bernama "Burjo Selera" masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Saya pun langsung memesan menu favorit saya yang saya sukai yaitu es ketam hitam.

Setelah memesan es ketan hitam, saya mencoba mengajak mamang penjualnya untuk membuka memorinya tentang perjalanan panjang warung burjo maupun warmido dengan menggunakan bahasa sunda. Kebetulan saya dan penjualnya sama-sama berasal dari Jawa Barat.

Nuha (63) lelaki kelahiran Cidahu Kuningan sudah menjadi penjual burjo sejak tahun 1980. Saat itu, dia ikut bekerja di salah satu warung burjo milik orang Kuningan dari daerah Cimindi di Jakarta.

Dua tahun berikutnya, Nuha ditarik oleh saudaranya di Kota Semarang. Dia diminta oleh saudaranya untuk bersama-sama membantu mengembangkan usaha burjo yang kali itu baru buka di daerah Karangayu.

Nuha diam-diam menabung dan dia juga mempelajari bagaimana mengelola warung burjo. Setelah merasa yakin dan uang tabungan sudah terkumpul, tahun 1995 Nuha memberanikan diri membuka warung burjo di daerah Ngaliyan.

"Penjualan masih bagus, dalam sehari biasanya 3 kilo bubur kacang hijau dan dimasak dua kali. Di warung saya mah tambahannya gorengan aja," tutur Nuha.

Bapak tiga anak ini juga ternyata tau kalau banyak warung burjo dan warmindo utamanya di Yogyakarta yang sudah tidak menyediakan menu bubur kacang hijau. Padahal secara historis, menu andalan burjo maupun warmindo itu bubur kacang hijau.

Baca Juga: Selain Ambil Uang untuk ke Warmindo, Pelaku Mutilasi di Sleman juga Jual Hp Korban

"Di Yogyakarta banyak fenomena kayak gitu. Awalnya karena ditambahin menu nasi ramesan. Perlahan-lahan burjonya kalah saing dan menghilang," jelasnya.

Saat mengetahui fenomena itu, Nuha sebenarnya sempat tergoda untuk menjual menu tambahan seperti nasi ramesan. Tapi setelah dipikir masak-masak, dia mengurungkan niat tersebut dan tetap menjual menu andalannya yaitu bubur kacang hijau dan indomie.

Dia berharap anaknya yang bungsu mau meneruskan usahanya tersebut. Sebab anak sulung dan kedua Nuha lebih memilih menjadi profesi lain. Alih-alih menjadi pedagang burjo untuk melebarkan sayap usaha milik keluarga.

"Sih bungsu ini semoga telaten, kalau orang-orang seusia saya, udah banyak yang diganti sama penerusnya," tandas Nuha.

Kontributor : Ikhsan

Load More