SuaraJawaTengah.id - Bedhaya Anglir Mendhung merupakan tarian yang hanya dipertunjukkan pada jumenengan maupun tingalan jumenengan. Tarian ini telah ada sejak masa Mangkunegara I, yakni Raden Mas Said. Tidak sembarangan, tarian ini hanya boleh dilakukan di dalam Pura Mangkunegaran.
Tari Bedhaya Anglir Mendhung ternyata menggambarkan laga perang yang dihadapi oleh Mangkunegara I saat berada di Desa Kasatriyan, Ponorogo. Awan-awan yang bergelayutan menjelang pertempuran itu ditafsirkan sebagai cikal-bakal penamaan tarian ini.
Dalam perang tersebut, Mangkunegara I melawan pasukan Sultan Hamengkubuwana I. Perang tersebut adalah perang pertama yang dihadapi oleh R.M. Said sebelum pertempuran dahsyat yang lain.
Profil Mangkunegara I
Baca Juga: Pernikahan Kaesang dan Erina Gudono Bawa Berkah Bagi Sebagian Masyarakat Kecil
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I memiliki nama kecil Raden Mas Said. Ia lahir di Kartasura 7 April 1725. Ia adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di Solo, sekaligus merupakan pahlawan nasional.
R.M. Mas Said merupakan putra K.P.A Mangkunegara, yakni putra tertua Sunan Amangkurat IV (Pakubuwana I) yang dibuang VOC ke Srilangka. Perjuangan R.M. Said sendiri dimulai bersamaan dengan pemberontakan laskar Tionghoa di Kartosuro.
Kala itu, ia yang berusia 19 tahun bergabung bersama-sama untuk menuntut keadilan untuk orang-orang Tionghoa dan rakyat Mataram. Di mana mereka tertindas oleh Kumpeni Belanda VOC dan rajanya sendiri, Pakubuwono II.
Singkat cerita, R.M. Said kemudian menikah dengan putri Kyai Kasan Nuriman, Raden Ayu Kusuma Patahati, sesaat setelah Pangeran Mangkubumi menyatakan keikutsertaannya memberontak Belanda.
Tak lama setelah itu, ia dinikahkan dengan putri Pangeran Mangkubumi yang bernama Raden Ayu Inten (Kanjeng Ratu Bandara) di usianya yang ke-22 tahun. Namun, setelah putus dari laskar R.M. Garendi dalam melawan Belanda, R.M. Said kemudian memakai nama Pangeran Mangkunegara.
Baca Juga: Tamu Undangan Dilarang Pakai Batik Parang, Kaesang Pangarep: Kita Kan Cuman Rakyat Biasa
Sejak saat itu, ia mati-matian melawan Belanda hingga berpindah-pindah tempat. Ketika mendengar kabar bahwa Susuhunan Pakubuwana II wafat, R.M Said menemui Pangeran Mangkubumi dan memintanya menjadi raja Mataram. Ketika itu, ia dinobatkan sebagai panglima perang.
Namun, pemerintahan Pangeran Mangkubumi yang berpusat di Banaran tersebut tidak memiliki izin VOC. Dari situlah berbagai polemik terjadi, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunegara justru berselisih paham dan berujung konflik hingga pertempuran.
Konflik itu bermula dari pertempuran melawan Adipati Ponorogo, Raden Adipati Suradiningrat dan diperkeruh dengan pembagian harta rampasan perang yang dinilai tidak utuh.
Jadi, selama 16 tahun R.M. Said melawan kekuasaan Mataram dan VOC. Pada tahun 1741-1742, RM. Said memimpin laskar Tionghoa melawan Belanda. Kemudian pada tahun 1743-1752 ia bergabung dengan Pangeran Mangkubumi melawan Mataram dan Belanda.
Sisanya, pada tahun 1757 ia seorang diri melawan VOC dan Mataram yang sudah terpecah menjadi dua bagian dalam Perjanjian Giyanti, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian tersebut sangat ditentang oleh R.M. Said karena dinilai menjadi ujung tombak perpecahan rakyat Mataram. Ia pun menyayangkan mertuanya yang dianggapnya berkhianat karena diangkat sebagai raja oleh VOC.
Sepanjang periode 1752-1757, R.M Said menjalani tiga pertempuran dahsyat, salah satunya adalah pertempuran melawan pasukan Sultan Hamengkubuwana I di Desa Kasatriyan, Ponorogo. Perang itu terjadi pada 1752 Masehi. Perang itulah yang kemudian diceritakan dalam tarian Bedhaya Anglir Mendhung.
Perkambangan Bedhaya Anglir Mendhung
Dalam penciptaan tarian tersebut, Kyai Secakarma dan Kyai Kidung merupakan dua abdi dalem yang membantu dalam yasan tari ini di era Mangkunegara I. Penari Bedhaya Anglir Mendhung menggunakan komposisi 7 gadis.
Tarian ini memiliki tiga rakitan, yakni tari awal, tari pokok, dan tari akhir yang menggunakan gending Kemanak dan Ketawang Mijil.
Dalam sejarah perkembangannya, Bedhaya Anglir Mendhung sempat tidak ditarikan di Mangkunegaran selama satu abad lebih. Tari ini baru kembali muncul pada masa Mangkunegara VIII melalui pelacakan K.R.T Sanyoto, Soetopo Koesomoatmodjo, R. Moelyono Sastronaryatmo, dan K.R.Ay. T. Praptini pada 1981.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah
Berita Terkait
-
Ingat Lagi Gelar Kebangsawanan Jawa Gibran Rakabuming, Didapatkan Sebelum Skandal Fufufafa
-
Anak Presiden Fleksing, Gaya Hidup Kaesang Pangarep Dibandingkan Gusti Bhre Penguasa Mangkunegaran
-
Erina Gudono Dirujak Warganet Gegara Diduga Banyak Langgar Aturan Penting di Pura Mangkunegaran
-
Erina Gudono Diduga Langgar Aturan Penting di Pura Mangkunegaran
-
Bukan Darah Biru, Kontroversi Pernikahan Kaesang Pangarep di Pura Mangkunegaran Dibahas Lagi
Terpopuler
- Mees Hilgers Didesak Tinggalkan Timnas Indonesia, Pundit Belanda: Ini Soal...
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Miliano Jonathans Akui Tak Prioritaskan Timnas Indonesia: Saya Sudah Bilang...
- Denny Sumargo Akui Kasihani Paula Verhoeven: Saya Bersedia Mengundang..
- Elkan Baggott Kembali Tak Bisa Penuhi Panggilan Shin Tae-yong ke TC Timnas Indonesia
Pilihan
-
Tangan Kanan Bongkar Shin Tae-yong Punya Kendala di Timnas Indonesia: Ada yang Ngomong...
-
PublicSensum: Isran-Hadi Unggul Telak atas Rudy-Seno dengan Elektabilitas 58,6 Persen
-
Munawwar Sebut Anggaran Rp 162 Miliar untuk Bimtek Pemborosan: Banyak Prioritas Terabaikan
-
Drama Praperadilan Tom Lembong: Kuasa Hukum Bongkar Dugaan Rekayasa Kesaksian Ahli
-
Dua Juara Liga Champions Plus 5 Klub Eropa Berlomba Rekrut Mees Hilgers
Terkini
-
Jokowi Sampai Turun Gunung ke Semarang, Optimis Luthfi-Yasin Menang di Pilgub Jateng
-
Dramatis! Evandro Brandao Jadi Pahlawan, PSIS Curi Poin di Kandang Persik Kediri
-
Cari Rumah Baru di Ibu Kota Jatim Sesuai Fengshui? Hadiri BRI Property Expo 2024 Goes to Ciputra Surabaya
-
Jelang Pencoblosan, PAN Jateng Dorong Pilkada Berlangsung Damai, Ini Alasannya
-
Ngerinya Tanjakan Silayur: Titik Kritis Kecelakaan yang Kini Jadi Prioritas Pemerintah Kota Semarang