Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 16 Januari 2024 | 09:57 WIB
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo (tengah) berjabat tangan dengan warga yang tinggal di gang sempit sebelum menginap di rumah warga di Tegal, Jawa Tengah, Rabu (10/1/2024). [ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nym]

SuaraJawaTengah.id - Debat dalam Pilpres 2024 bakal segera memasuki tahap akhir. Pada debat keempat berikutnya 21 Januari 2024 di antaranya mengambil tema 'Pembangunan Berkelanjutan'.

Lantas, bagaimanakah pembangunan berkelanjutan di Jawa Tengah?

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Setia Budi Solo, Yulianto mengatakan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jateng masih terseok-seok.

Di antaranya soal kemiskinan yang tak kunjung terentaskan. Di mana orang miskin dari tahun ke tahun di Jateng masih itu-itu saja.

Baca Juga: Kebiasaan Memencet Jerawat Apakah Memperburuk Kondisi? Ini Penjelasan Dokter

Sejak Ganjar Pranowo menahkodai Jateng, pada Maret 2013 ada 4,73 juta penduduk miskin, sedangkan 10 tahun kemudian pada Maret 2023, penduduk miskin masih 3,79 juta orang.

Di mana penurunan jumlah penduduk miskin di bawah target Ganjar 10%.

"Yang miskin masih miskin. Kemiskinan di Jateng masih sama saja dari periode lalu sampai sekarang. 2022 ke 2023 hanya turun 0,16%. Tak turun signifikan," katanya, Selasa (16/1/2024).

Data kemiskinan yang dipegang pemerintahan di era Ganjar Pranowo seharusnya langsung ditindaklanjuti dengan peninjauan lapangan. Terlebih Ganjar memimpin Jawa Tengah selama dua periode, 2013-2023.

Ada 10 kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Jateng pada Maret 2023, di antaranya mulai Kebumen 16,34%, Brebes 15,78%, Wonosobo 15,58% hingga Sragen 12,87% dan Klaten 12,28%.

Baca Juga: Blunder Kontroversi Ganjar Pranowo Bagi-bagi Voucher Internet di Solo CFD

"Sudah tahu datanya kemiskinan masih tinggi, ya sinkronkan. Langsung datangi lokasi. Berikan stimulan. Selain pak Ganjar, para elite partai politiknya juga bisa melakukan hal sama seperti itu," terang dia.

Namun, ia melihat hal itu tidak dilakukan. Akhirnya, blusukan Ganjar yang digaungkan selama memimpin Jateng hanya sekadar slogan.

Di mana warga miskin bertempat tinggal kurang layak dan tanpa pekerjaan mapan masih ada saja, seperti halnya viralnya potret kemiskinan yang dialami nenek Kaswiyah (79) di Desa Karangmalang, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes beberapa waktu lalu.

"Fakta di tiap desa begitu. Rumah tidak layak huni, sulit hidup sehari-hari dan pengangguran tinggi. Itu jadi salah satu indikator kemiskinan itu di Jateng yang masih ada," ungkap dia.

Dalam penelitian yang dikerjakannya, Jawa Tengah tertinggal dibanding Jawa Barat, Jawa Timur dan DIY dalam mengentaskan kemiskinan dan menaikkan taraf hidup masyarakatnya. Hal itu tak lepas dari kurang seriusnya kepala daerah dalam menyinkronisasi program dengan realitas di lapangan.

Menuju Jawa Tengah madani, menurutnya kondisi sekarang masih jauh panggang dari api. Banyak pekerjaan rumah (PR) yang tak tuntas selama Ganjar 10 tahun memimpin Jateng.

Statistik merilis Jateng menjadi provinsi paling miskin kedua di Pulau Jawa dengan 10,77 persen atau turun dari 10,98 persen pada September 2022. Tercatat, jumlah penduduk miskin di Jateng 3,9 juta orang atau bertambah dari 3,8 juta orang pada September 2022.

Data BPS Jateng hingga bulan Februari 2022 angka pengangguran di Jateng naik 70 ribu orang atau sekitar 6,26 persen. Di mana hingga Februari 2022 ada 1,19 juta penduduk di Jateng menganggur. Sedangkan pada bulan yang sama tahun 2021 pengangguran di Jateng 1,12 juta orang.

Ia juga mengkritisi paket bantuan salah sasaran. Program Keluarga Harapan (PKH), rehab rumah tidak layak huni (RTLH) dan elpiji untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih dikeluhkan pendistribusiannya di Jateng.

"Jateng belum menunjukkan kinerja bagus selama kepemimpinan pak Ganjar. Perlu diperbaiki data sasaran program agar tak salah sasaran," kata dia.

"Kemudian kemiskinan di Jateng masih jadi masalah klasik," tutur dia.

Load More