Budi Arista Romadhoni
Rabu, 07 Februari 2024 | 17:30 WIB
Sivitas akademika Universitas Negeri Semarang (Unnes) turut menyerukan kegelisahan terkait kondisi demokrasi pada Rabu (7/2/2024). [Suara.com/Ikhsan]

Satake lantas berpesan agar masyarakat menjaga kondusifitas pemilu 2024. Hal tersebut juga membantu memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

"Sesuai dengan harapan forum rektor. Kami tegaskan Polri tetap netral dalam melaksanakan tugas Pemilu 2024," katanya.

Pelanggaran Etika Jadi Perhatian

Disisi lain seorang Guru Besar Undip, Suradi Wijaya Saputra menyoroti sejumlah pelanggaran etika yang dilakukan lembaga sekelas Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena meloloskan Gibran Rakabuming jadi calon wakil presiden (cawapres).

Suradi mengingatkan pemerintah untuk tidak memberi contoh yang buruk pada generasi mendatang. Dia menegaskan suara-suara dari sivitas akademika tidak ada kaitannya dengan salah satu paslon tertentu.

"Etika yang kita junjung runtuh seketika, maka hal demikian jangan dibudidayakan. Terserah hati nurani dan pikiran kita dalam menilai," terangnya.

Dijelaskan Suradi, sivitas akademika merupakan benteng terakhir penjaga demokrasi. Jadi wajar jika banyak guru-guru besar turun gunung menyuarakan keresahannya.

"Kami tidak punya kepentingan selain kepentingan nilai, moral dan etika harus dijunjung tinggi," imbuh Suradi.

Setali tiga uang, Guru Besar Unnes, Issi Yuliasri menyebut kondisi demokrasi di akhir masa pimpinan Presiden Jokowi semakin menurun. Segala cara dipakai untuk mempertahankan kekuasaan.

Baca Juga: Akademisi Soroti Debat Capres Terakhir: Terlihat Menahan Diri, Takut Blunder

"Demokrasi Indonesia saat ini terancam oleh belokan otoritarianisme baru atas nama hukum. Cita-cita demokrasi untuk menciptakan negara demokratis, kebebasan berekpresi dan supremasi hukum tergerus oleh perilaku kekuasaan oligarki," katanya.

Kondisi tersebut kemudian semakin diperparah dengan lunturnya keteladanan Presiden Jokowi yang alih-alih bersikap netral di gelaran pemilu 2024. Malah menunjukkan gestur-gestur berpihak.

"Penyelenggara negara semakin terbiasa mengeksploitasi simbol-simbol populisme guna mendapatkan legitimasi publik sesaat, yang sejatinya mengaburkan hakikat demokrasi," tutur Issi.

Sementara itu, Rektor Universitas Semarang (USM) Supari mengatakan kekecewaan sivitas akademika terhadap kondisi demokrasi merupakan bentuk kepedulian. Walaupun ada pandangan-pandangan berbeda, hal tersebut bagian dari demokrasi.

"Perbedaan persepsi ini biasa dalam keberagaman. Kalau pun perlu untuk dikomunikasikan, baiknya tetap dalam suasana kekeluargaan," jelasnya.

Supari mengutarakan tujuan dari pemilu untuk menghasilkan pemimpin yang terbaik. Semua pihak harus berkontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Load More