Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 16 Maret 2024 | 04:42 WIB
Potret kondisi banjir yang menggenangi pemukiman Tambakrejo, Gayamsari. Jumat (15/3/24) [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Bencana banjir seperti sudah melekat dengan Kota Semarang. Musabab, hampir setiap tahun daerah ibu kota Jawa Tengah itu sering dilanda banjir.

Pada bulan Januari 2024 kemarin, Wali Kota Semarang, Heavita Gunaryanti Rahayu, mengklaim kawasan yang rentan banjir di wilayah Lunpia tinggal 3 persen.
Mbak Ita sapan akrabnya menjelaskan kawasan yang belum terbebas dengan banjir diantaranya Kecamatan Genuk, Pedurungan, dan Semarang Utara.

Namun, klaim itu patut dipertanyakan. Sebab pada hari Rabu (13/3/24), hampir seluruh wilayah Kota Semarang tergenang banjir yang diakibatkan hujan deras hampir satu hari penuh.

Bahkan Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang mencatat hingga hari Kamis (14/3/24), sebanyak 6 kecamatan dan 40 kelurahan di Kota Lunpia teredam banjir.

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Kota Semarang dan Sekitarnya Jumat 15 Maret 2024, Disertai Bacaan Niat Puasa Ramadan

Akibat bencana banjir tersebut, sebanyak 158.137 warga terdampak. Kemudian sebanyak 630 orang mengungsi, sisanya memilih bertahan di rumah masing-masing.

Irfan Azis, salah seorang warga Kelurahan Kaligawe menyebut banjir sudah menjadi bencana tahunan. Empat tahun terakhir genangan air yang melanda wilayahnya bahkan sangat tinggi.

"Ini banjir parah. Untuk pertama kalinya saya menyaksikan air sungai Banjir Kanal Timur meluap ke pemukiman warga," katanya pada Suara.com, Jumat (15/3/24).

Setiap banjir melanda rumahnya, Azis selalu khawatir dengan kondisi kesehatan orang tuanya. Keluarganya juga sering kali mengikhlaskan barang-barang elektronik maupun perabotan rusak karena banjir.

Sejauh ini solusi-solusi Pemerintah Kota Semarang dalam menangani banjir kurang efektif. Pemerintah seharusnya fokus membuat saluran air, bukan cuman meninggikan jalan saja.

Baca Juga: 6 Daerah Terandam Banjir, Inilah Upaya Penanganan Pemprov Jateng

"Dulu disini banyak kalinya. Tapi sekarang kalinya malah digusur dibikin bangunan sama perusahaan swasta. Setelah ada bangunan itu, jadi lebih sering banjir dan kalinya hilang," keluhnya.

Seandainya ada dikasih kesempatan,
Azis dan keluarganya ingin sekali pindah dari Kaligawe. Pasalnya setiap musim hujan, dia dan keluarganya selalu was-was dengan banjir.

"Dikejar-kejar air setiap tahun dan kami punya tanggungan meninggikan rumah setiap satu dekade. Kehidupan seperti ini bukan hal yang menyenangkan di masa depan," imbuhnya.

Dengan kejadian banjir yang terus berulang setiap tahunnya. Dirinya sangat berharap pemerintah punya solusi lain dalam menangani persoalan banjir selain meninggikan jalan.

"Dulu ada proyek kelurahan yang bikin taman di salah satu saluran air Kaligawe. Itu proyek gendeng malah bikin saluran air rusak," kesalnya.

Pemkot Perlu Solusi Lain

Pakar Lingkungan dan Tata Ruang Kota Semarang, Mila Karmila, mengatakan sebaiknya Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mulai menyiapkan solusi-solusi lain dalam menangani persoalan banjir.

Sebab menurut Milla, pemerintah kurang etis jika menyalahkan curah hujan yang menjadi penyebab terjadinya banjir. Sejauh ini penangan banjir yang dilakukan oleh pemerintah kurang mujarab.

"Pemkot Semarang harus menyiapkan segalanya sebelum terjadi banjir. Ke depannya bukan lagi tindakan kuratif melainkan preventif dengan menyiapkan jalur hingga tempat evakuasi," ucap Mila.

Karena letak geografis Semarang terbagi menjadi dua atas dan bawah. Sehingga perlu penyesuaian misalnya kawasan Semarang atas harus dijaga daerah-daerah yang menjadi resapan air.

Selain itu, sebelum memasuki musim penghujan. Pemkot Semarang harusnya secara berkala mengecek rute-rute saluran air dan hal-hal lainnya yang memicu terjadinya bencana banjir.

"Mindset kita sedang berlomba-lomba dengan air mungkin harus diubah. Kita yang seharusnya beradaptasi dan berdampingan dengan air," jelasnya.

Selanjutnya, langkah fundamental yang perlu dikerjakan Pemkot Semarang dalam mengatasi bencana banjir ialah membuat kebijakan dan tata ruang yang adaftif terhadap bencana.

"Posisi sekarang ini muka air laut sudah tinggi dengan daratan di salah satu kawasan pesisir. Pembuatan rumah apung atau bangunan apung lainnya sebaiknya harus mulai dipikirkan oleh Pemkot Semarang," tandasnya.

Kontributor : Ikhsan

Load More