SuaraJawaTengah.id - Partai Liberal kalah telak pada pemilu Netherland tahun 1901. Nantinya, turut mengubah jalan nasib negara jajahan Hindia Belanda.
Jumlah perolehan kursi Partai Liberal di parlemen Belanda, anjlok dari 35 kursi menjadi hanya 18 kursi. Perubahan angin politik itu memaksa Perdana Menteri, Nicolaas Pierson lengser.
Posisinya digantikan Abraham Kuyper, pemimpin Anti Revolutionaire Partij (ARP) yang menguasai 22 kursi parlemen. Partai Protestan konservatif ini memperoleh 106.670 suara dukungan.
Perolehan kursi terbanyak sebenarnya didapat Partai Katolik yang berhasil mendudukan 25 wakilnya di parlemen. Namun mereka menyerahkan posisi Perdana Menteri kepada Kuyper.
Koalisi partai konservatif dan Katolik ini menandakan berakhirnya dominasi kaum liberal ekonomi di Belanda. Prinsip “laissez faire” yang menjadi jantung liberalisme, digantikan campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Saat Partai Liberal Belanda berkuasa, urusan perekonomian diserahkan kepada kehendak bebas para pengusaha. Organisasi dagang macam VOC dapat mewakili kepentingan pemerintah di tanah jajahan.
Perubahan besar politik dalam negeri, kemudian mengubah cara Belanda mengatur kebijakan pemerintahannya di negara koloni.
Dalam pidato pembukaan sidang State General pada September 1901, Ratu Willhelmina menyampaikan gagasan pembaharuan politik bagi tanah koloni.
Gagasan itu termasuk memberlakukan kebijakan etis melalui penerbitan Undang-undang Desentralisasi yang disahkan 20 Desember 1904.
Baca Juga: Heboh karena Dikunjungi Jokowi dan Prabowo, Ini 5 Fakta Unik Bakso Pak Sholeh Magelang
Kebijakan Desentralisasi antara lain mengatur perlunya pemisahan keuangan Belanda dengan wilayah-wilayah jajahan, termasuk Hindia Belanda.
Salah satu tokoh yang paling gigih memperjuangkan desentralisasi di tanah koloni adalah anggota parlemen Belanda, Conrad Theodor Van Deventer.
Dikenal sebagai juru bicara gerakan politik etis, Van Deventer yang juga pengacara, beberapa kali pergi dan tinggal di Hindia Belanda untuk berbagai tugas hukum dan penelitian.
Antara tahun 1882 hingga 1885, Van Deventer pernah ditugaskan menjadi Dewan Tanah di Ambonia dan Dewan Kehakiman di Semarang.
Di Netherland, Deventer banyak menulis tentang kondisi rakyat Hindia Belanda yang hidup melarat. Kebanyakan artikel dimuat koran De Locomotief, media corong para pendukung politik etis.
Mewakili Free Thinking Democratic League di kursi parlemen Belanda, Deventer dikenal dekat dengan para tokoh pendukung politik etis. Mereka banyak mengritik kebijakan pemerintah di Hindia Belanda.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota