SuaraJawaTengah.id - Pada lempir lontar Kakawin Sutasoma, pupuh 139 bait 5, Mpu Tantular mengguratkan pepaling. Pesan yang kemudian menjadi pondasi kesatuan bangsa Indonesia.
Sebagai penganut Buddha Tantrayana, Mpu Tantular terkesan dengan pemerintahan Majapahit. Kerajaan penganut Hindu Siwa, mampu mengayomi seluruh rakyatnya yang berbeda keyakinan.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhineki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Baca Juga: Sejarah Panjang Majalah Magelang Vooruit, Strategi Para Etis Belanda Mempromosikan Tanah Koloni
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Nukilan pesan Mpu Tantular itu yang kemudian kita kenal sebagai Bhineka Tunggal Ika. Simbol pemersatu bangsa-bangsa bumi Nusantara yang kelak disebut Indonesia.
“Pada Pancasila ada sebuah unen-unen yang kita kenal Bhineka Tunggal Ika. Secara sederhana maknanya ‘berbeda-beda tetapi tetap satu’,” kata Sekretaris Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Kabupaten Magelang, Agung Nugroho pada Sabtu (1/5/2024).
Agung menduga Majapahit pada era Mpu Tantular juga melalui masa-masa gejolak sosial akibat perbedaan keyakinan. Kalimat ‘Konon Buddha dan Siwa adalah dua zat yang berbeda’ menegaskan pertentangan itu.
“Mungkin masa itu tidak jauh berbeda dengan sekarang. Terjadi gejolak. Perpecahan karena perbedaan keyakinan.”
Bhineka Tunggal Ika pada Kakawin Sutasoma, kata Agung menjadi penengah konflik penganut Hindu Siwa dan Buddha. Mpu Tantular menemukan tujuan gerak pendharmaan yang sama pada ajaran Hindu Siwa dan Buddha.
“Bahwa (dalam) perbedaan yang satu itu, tidak ada dharma atau laku yang mendua. Jadi, baik (Hindu) Siwa maupun Buddha, sama-sama menjalankan dharmanya dalam kehidupan,” ujar Agung.
Ritus Pancasila di Candi Aso
Pemahaman itu yang kembali direnungi oleh para penghayat kepercayaan melalui ritus tapa mutih dan prasawya. Ritual yang digelar sebagai rangkaian memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2024.
Diterangi nyala oncor, puluhan penghayat kepercayaan khusyuk melakukan ritual berjalan kaki mengelilingi tiga situs suci di kompleks candi Sengi: Pendem, Aso, dan Lumbung.
“Candi itu suci. Pancasila juga suci. Pancasila diadopsi dari naskah-naskah kuno. Kearifan lokal. Kearifan luhur di Nusantara. Termasuk candi-candi ini juga,” kata Presidium MLKI Kabupaten Magelang, KiKis Wantoro.
Warga penghayat kepercayaan meyakini kompleks candi Sengi sebagai pusat permukiman kuno di lereng Gunung Merapi. Peradaban yang kemudian hilang terkubur abu letusan vulkanik.
Ritual prasawya atau jalan mengitari candi ke arah kiri (berlawanan arah jarum jam) dimulai dari Candi Lumbung. Ritual ini memiliki makna manusia kembali pada kematian atau penyucian diri.
Candi Lumbung dipilih sebagai tempat permulaan ritual karena dianggap sebagai candi pertimah. Di candi pertimah warga biasanya menggelar upacara doa sebelum mulai bercocok tanam.
“Terus ke Candi Lumbung. Tempat penyimpanan padi. Candi Lumbung kami meyakini itu candi Dewi Sri. Jadi untuk sembahyang mengucapkan sukur kepada pencipta atas karunia hasil panen.”
Ritual para penghayat kepercayaan kemudian berakhir di Candi Aso. Candi yang diyakini oleh sebagian orang sebagai tempat “istirahat” Maharaja Rakai Kayuwangi.
“Istilah Aso itu kan artinya istirahat. Kalau sekarang ditulis Candi Asu, memang karena yang lebih dikenal nama itu. Tapi kami meyakini bahwa ini Candi Aso atau candi untuk beristirahat.”
Merujuk pada siklus tanam padi oleh masyarakat kuno Merapi, Candi Aso mewakili masa jeda setelah panen. Tanah diistirahatkan sebelum digarap kembali.
Siklus tanam padi yang dijalankan secara arif itu menunjukkan bahwa peradaban kuno Merapi tidak bertujuan mengeksploitasi hasil bumi.
Tanah ditempatkan sebagai sumber daya suci yang harus dijaga kelestarianya. Falsafah luhur ini sesuai dengan budi pekerti dalam Pancasila.
Kenduren Mutih
Warga penghayat kepercayaan Cahya Buana, Ngesti Kasampurnan, Hidup Betul, Kapribaden, Sapto Darmo, Pahoman Sejati, dan Palang Putih Nusantara, terlibat pada ritual ini.
Mereka turut membawa sesaji berupa tumpeng dan sembilan golong nasi putih tanpa lauk pauk.
Sejak sehari sebelumnya, para penghayat kepercayaan sudah menjalani puasa mutih. Berpantang menyantap makanan yang memiliki rasa.
“Kenduren mutih dilaksanakan teman-teman penghayat sejak kemarin. Diarahkan untuk poso mutih. Kami hanya makan dan minum sesuatu yang putih (bening),” ujar Sekretaris MLKI Magelang, Agung Nugroho.
Makna puasa mutih adalah membersihkan diri. Membuka lembaran baru. “Nanti di kehidupan nyata, biarkan lebaran putih yang sudah kita buat ini, tergambar dengan baik di masyarakat.”
Agung menyadari perbedaan juga terjadi pada warga penghayat kepercayaan. Perbedaan terutama terdapat pada tata cara ritual manembah kepada Yang Maha Kuasa.
Di Kabupaten Magelang sedikitnya terdapat 11 kelompok penghayat kepercayaan yang masing-masing memiliki tata cara ritual sendiri.
“Kami berharap sebelum keluar bertoleransi dengan keyakinan lain, kami mencoba untuk menanamkan kesadaran bahwa perbadaan itu indah. Perbedaan itu yang akan menyatukan. Bhineka Tunggal Ika.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
3 Jalur Alternatif Mudik ke Magelang Tanpa Macet dari Semarang, Jogja dan Purwokerto
-
Alun-Alun Pancasila Kebumen, Destinasi Buka Puasa yang Anti-Mainstream!
-
Ketua Pemuda Pancasila Larang Anggota Minta THR ke Masyarakat atau Pelaku Usaha
-
Sehari Sebelum Pengesahan, Mahasiswa Trisakti Geruduk Gedung DPR Nyatakan Tolak RUU TNI
-
Kapan Lahirnya Ormas Pemuda Pancasila? Viral Diduga Segel Pabrik yang Tolak Bayar Setoran dan THR!
Terpopuler
- Menguak Sisi Gelap Mobil Listrik: Pembelajaran Penting dari Tragedi Ioniq 5 N di Tol JORR
- Kode Redeem FF SG2 Gurun Pasir yang Aktif, Langsung Klaim Sekarang Hadiahnya
- Dibanderol Setara Yamaha NMAX Turbo, Motor Adventure Suzuki Ini Siap Temani Petualangan
- Daftar Lengkap HP Xiaomi yang Memenuhi Syarat Dapat HyperOS 3 Android 16
- Xiaomi 15 Ultra Bawa Performa Jempolan dan Kamera Leica, Segini Harga Jual di Indonesia
Pilihan
-
FULL TIME! Yuran Fernandes Pahlawan, PSM Makassar Kalahkan CAHN FC
-
Libur Lebaran, Polresta Solo Siagakan Pengamanan di Solo Safari
-
Dipermak Nottingham Forest, Statistik Ruben Amorim Bersama MU Memprihatinkan
-
Partai Hidup Mati Timnas Indonesia vs China: Kalah, Branko Ivankovic Dipecat!
-
Kronologi Pemerkosaan Jurnalis Juwita Sebelum Dibunuh, Terduga Pelaku Anggota TNI AL
Terkini
-
Pemudik Lokal Dominasi Arus Mudik di Tol Jateng, H+1 Lebaran Masih Ramai
-
Koneksi Tanpa Batas: Peran Vital Jaringan Telekomunikasi di Momen Lebaran 2025
-
Hindari Bahaya, Polda Jateng Tegaskan Aturan dalam Penerbangan Balon Udara
-
Wapres Gibran Mudik, Langsung Gercep Tampung Aspirasi Warga Solo!
-
Tragedi Pohon Tumbang di Alun-Alun Pemalang: Tiga Jamaah Salat Id Meninggal, Belasan Terluka