Budi Arista Romadhoni
Senin, 01 Juli 2024 | 08:51 WIB
Dari Abrasi Menjadi Harapan: Kisah Inspiratif Sururi Menghidupkan Kembali Hutan Bakau di Semarang
Ketua Pelaksana Kelompok Tani "Mangrove Lestari" Semarang Sururi menunjukkan penghargaan Kalparatu 2024 yang baru saja didapatkannya. [ANTARA/Zuhdiar Laeis]

SuaraJawaTengah.id - Bencana abrasi di kawasan Pantai Utara (Pantura) sulit dihindari. Termasuk di Kota Semarang, daerah yang menjadi Ibukota Jawa Tengah. 

Tak hanya pemerintah, butuh peran masyarakat untuk bisa mengantisipasi bencana abrasi atau turunnya permukaan tanah itu. 

Namun demikian, hutan bakau terlihat di kawasan pesisir Mangunharjo, dengan beraneka tanaman khas ekosistem bakau atau mangrove mempun menjadi solusi. 

Siapa sangka, jika dulu hutan bakau yang rimbun itu masih berupa laut akibat tambak dan daratan yang habis terkikis abrasi dan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mengembalikannya.

"Dulu, (jarak, red.) rumah saya ini sama laut enggak sampai 1 kilometer karena terkena abrasi. Alhamdulillah, sekarang (jaraknya, red.) sudah hampir 2,5 km," ujar Sururi, tokoh masyarakat Mangunharjo dikutip dari ANTARA.

Sururi adalah Ketua Pelaksana Kelompok Tani "Mangrove Lestari" yang selama ini gigih menanam bibit pohon bakau di kawasan pesisir Pantai Mangunharjo dan Mangkang, Kecamatan Tugu, Semarang.

Bapak enam anak itu prihatin melihat dampak abrasi yang semakin parah jika tidak segera diatasi, apalagi tambak dan daratannya sudah semakin menyusut akibat terkikis sehingga mengancam permukiman penduduk.

Langkah Sururi merawat pesisir Mangunharjo sudah dimulai sejak 27 tahun lalu. Pada 1997, ia sudah memulai upaya menanggulangi abrasi dengan menanam bibit tanaman bakau, tetapi langkahnya kala itu masih berat dan terseok-seok karena terkendala finansial.

Maklum, bibit tanaman bakau tidaklah gratis dan tentu membutuhkan ratusan ribu bibit untuk menghijaukan pesisir. Jadi, Sururi harus membeli, namun tidak punya banyak modal untuk membeli sebanyak itu.

Baca Juga: Langit Semarang dan Sekitarnya Diprediksi Cerah Berawan, Ini Penjelasan BMKG

Akan tetapi, pelan tapi pasti, usahanya akhirnya membuahkan hasil. Mulai banyak yang melihat kegigihan semangat Sururi dan memberikan bantuan, terutama dari kalangan swasta, baik perusahaan maupun perorangan.

"Saya dibantu Prof. Dharto (Prof. Sudharto P Hadi, mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang). Dicarikan dana dari perusahaan untuk membeli bibit, kemudian saya tanam," kata pria kelahiran Kabupaten Kendal, 17 Juli 1962 itu.

Bibit-bibit tanaman bakau itu dibelinya dari daerah lain, seperti Pekalongan, Batang, dan paling banyak Kabupaten Pemalang yang disebutnya sebagai sentra propagul, yakni buah bakau yang sudah siap tanam.

Kini, Sururi sudah bisa membudidayakan bibit bakau di lahan seluas 3.000 meter persegi yang disewakan oleh sebuah perusahaan swasta. Lahan budi daya Sururi pun selalu berpindah seiring dengan harga sewa lahan yang terus naik.

"Di lahan ini kurang lebih bisa (menghasilkan, red.) 50-60 ribu bibit mangrove. Namun, saya juga kadang masih beli kalau permintaan banyak. Kalau pas kosong, kadang saya cari juga ke Pati dan Jepara," katanya.

Jauh di lubuk hati, Sururi ingin memiliki lahan untuk budi daya bibit bakau sendiri karena tak mungkin selamanya mengandalkan untuk menyewa lahan karena harga sewanya yang terus naik seiring waktu.

Load More