Penghargaan Kalpataru
Dari perjuangannya menghijaukan pesisir Semarang, suami Nur Chayati itu menyebutkan saat ini setidaknya ada 70 hektare lahan yang sudah benar-benar berwujud menjadi hutan bakau.
Rumah Sururi di Jalan Mangkang Wetan-Mangunharjo, Tugu, Semarang, yang sekaligus jadi Sekretariat Kelompok Tani "Mangrove Lestari" pun nyaris tak pernah sepi dari kunjungan tamu berbagai kalangan.
Baik mahasiswa yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN), perusahaan yang memiliki program CSR dengan upaya penghijauan, maupun bule-bule dari berbagai negara yang ingin belajar ekosistem bakau.
Mahasiswanya KKN ada dari Undip, Unnes, UIN Walisongo Semarang, UGM Yogyakarta, Universitas Sumatra Utara (USU), sampai Unhas (Universitas Hasanuddin Makassar) juga.
Untuk bule, diakui oleh Nur Chayati, didatangkan lewat program Indonesia International Work Camp (IIWC) yang sudah berjalan sejak 2007 sampai 2019, persis menjelang pandemi COVID-19 dan belum berlanjut hingga sekarang.
Bule-bule itu berasal dari berbagai negara Asia dan Eropa, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, Myanmar, Inggris, Jerman, Italia, Portugal, dan Prancis yang datang sebagai sukarelawan.
"Alhamdulillah, kalau kami enggak dibantu mahasiswa, sukarelawan, ya susah juga. Karena menanam ini kan banyak sekali, luas juga, tidak mudah. Anggota kelompok kami hanya 10 orang," sambungnya.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Sururi kedatangan tamu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang ternyata merupakan tim penilai calon penerima penghargaan Kalpataru.
Baca Juga: Langit Semarang dan Sekitarnya Diprediksi Cerah Berawan, Ini Penjelasan BMKG
Hasilnya, Sururi terpilih sebagai penerima penghargaan Kalpataru kategori Perintis Lingkungan bersama tiga pejuang lingkungan lainnya di kategori sama yang telah diserahkan pada 5 Juni lalu.
Sururi tak pernah menyangka mendapat Kalpataru, penghargaan bagi pahlawan lingkungan. Sebab, apa yang dilakukannya untuk melestarikan alam selama ini semata-mata agar bisa dinikmati anak-cucu.
Selain itu, Sururi juga bersyukur bisa menguliahkan keenam anaknya dari hasil pelestarian mangrove, melalui budi daya bibit bakau yang dijualnya untuk ditanam kembali di lahan-lahan pesisir yang kritis.
Bahkan, si bungsu, Fajril Ihza Zulfan, yang masih berkuliah pada semester 8 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip, siap meneruskan perjuangan Sururi untuk menjaga ekosistem bakau.
Ubah peruntukan RTH
Sururi memang asli kelahiran Mangunharjo, tetapi wilayah Tugu, Ngaliyan, dan Mijen dulunya masuk wilayah administratif Kabupaten Kendal, sebelum berpindah menjadi wilayah Kota Semarang.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota