SuaraJawaTengah.id - Ponidi (57) menunjukkan lubang di papan tua yang menjadi dinding sebuah rumah. Ratusan lubang yang membekas di papan tersebut sengaja tak diperbaiki atau diganti. Ia mengandung cerita perjuangan para pahlawan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang tidak hanya heroik, tetapi juga berdarah.
Rumah yang ditunjukkan Ponidi berada di Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Rumah itu ditinggali mertunya, Musriatin (70). Ponidi sendiri merupakan Ketua RT 05 RW 22 di Kampung Bugen, Tlogosari Kulon atau lebih dikenal sebagai Kampung Syuhada.
"Di rumah ini, 74 pahlawan gugur diberondong peluru tentara Belanda," katanya, Senin (12/8/2024).
Ponidi menuturnya peristiwa tersebut terjadi pada 11 Muharam 1366 Hijriah (1946). Ketika itu para kiai dan santri dari Laskar Hizbullah dan Fisabilillah bermaksud melakukan serangan dadakan ke markas Belanda. Kampung Bugen telah dikosongan dan menjadi markas pejuang Indonesia.
Baca Juga: Dari Semarang untuk Indonesia! MilkLife Soccer Challenge Lahirkan Bibit Atlet Masa Depan
Namun, rencana penyerangan tersebut bocor ke telinggan Belanda. Desing pesawat jenis capung milik tentara musuh menggema di udara. Sejurus kemudian, tembakan senjata datang dari berbagai arah. Pertempuran tidak imbang. Tentara musuh dibekali berbagai senjata modern, sementara tentara Indonesia hanya membawa samurai, bambu runcing, dan senjata tajam lainnya.
Perang yang berlangsung dari pagi hingga sore menumui puncaknya sekitar pukul 15.30 WIB. Sebanyak 74 kiai dan santri terkepung di Rumah Haji Mustofa (kekek mertua Ponidi) yang dijadikan benteng terakhir pertahanan. Mereka terpisah dari induk pasukan yang telah dipukul mundur oleh Belanda.
"Dalam keadaan tersesak itulah timbul ikrar, lebih baik mati sebagai syuhada dari pada mati konyol ditahan musuh," kata Ponidi.
Dari arah luar rumah, pasukan musuh memberondong para pejuangan dengan tembakan mitraliur dan takidanto. Setelah yakin tentara Indonesia tidak ada yang hidup, tembakan dihentikan. Jasad-jasadnya kemudian diseret dan dikuburkan secara massal di depan rumah itu.
"Belanda membuat lubang dengan lendakan dinamit dan ranjau darat, para syuhada dimasukkan ke lubang tersebut," tuturnya.
Baca Juga: Driver Online Semarang Berharap Wali Kota Baru Berpihak pada Rakyat Kecil
Ponidi menunjukkan sejumlah nama yang gugur dalam peperangan tersebut. Mereka di antaranya KH M Ma'ruf yang mantan ketua barisan kiai seluruh Jawa Tengah, Kiai Anwar dari Solo, KH Tohar dari Boyolali, Kiai Sarju dari Kepatihan Solo, Hasan Anwar sebagai pimpinan sabilillah, dan Subakir dari Klaten yang merupakan pimpinan Hizbullah.
"Para syuhada ini lebih banyak yang tidak diketahui namanya," katanya.
Pemindahan Kerangka Para Pahlawan
Warga memperingati perjuangan para pahlawan yang gugur di Kampung Bugen setiap 1 Muharam. Haul tersebut telah sejak lama diadakan dan menjadi tradisi di kampung itu. Setiap tahunnya, sekitar 600-700 peziarah dari berbagai daerah datang ke tempat itu.
Dalam acara tersebut, dibacakan kisah perjuangan 74 syuhada yang gugur. Hal itu untuk merawat ingatan warga tentang sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya di Semarang.
Ponidi mengatakan jumlah pejuang yang dikuburkan di sana sekarang tersisa 34 orang. Setelah diakui sebagai pahlawan, pemerintah mengevakuasi kerangka mereka ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang.
"Warga meminta pemerintah tidak mengevakuasi kerangka para pahlawan agar sebagai penanda bahwa Kampung Bugen punya kisah perlawan terhadap Belanda," tuturnya.
Di makam tersebut Ponidi menunjukkan batu nisan yang bertuliskan “Di sini Dimakamkan Sebagian Pejuang Kemerdekaan Indonesia Yang Gugur Di Tahun 1946."
Kisah yang Nyaris Tenggelam
Kisah Perjuangan Para Pahlawan di Kampung Bugen Semarang jarang dikenal oleh masyarakat luas. Sedikit sekali sumber tertulis yang bisa dijadikan rujukan.
Satu-satunya naskah akademik yang ada adalah Laporan Penelitian yang dikeluarkan Unika Soegijapranata Semarang pada 2021 berjudul "Pembentukan Ingatan tentang Dekolonialisasi 1946: Jalan, Rumah, dan Makam Syuhada di kampung Bugen, Semarang. Penelitian tersebut dilakukan oleh Hotmauli Sidabalok, P. Danardono, A. Ryan Sanjaya, dan Adrianus Bintang Hanto N.
Mungkin karena hal tersebut, Rumah Haji Mustofa dan Makam Syuhada di Kampung Bugen, yang menjadi saksi bisu pertempuran, tak kunjung ditetapkan sebagai cagar budaya.
Padahal, Ponidi dan warga Bugen sangat mengharapkan hal tersebut. Alasannya masuk akal. Kedua tempat tersebut mengandung nilai sejarah yang penting bagi bangsa Indosesia. Selain itu, Kampung Bugen juga sering kebanjiran sehingga butuh perawatan.
"Jika masuk cagar budaya akan ada bantuan dari pemerintah. Selama ini kami hanya mengandalkan iuran warga," ungkap Ponidi.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus
Berita Terkait
-
Pulang ke Italia, Pemain Keturunan Semarang Sebut Butuh Satu Kemenangan Lagi
-
8 Tempat Penitipan Hewan Peliharaan di Semarang saat Mudik Lebaran
-
Satu Keluarga Jemaah Umrah Semarang Meninggal dalam Kecelakaan Maut, Rencana Lebaran di Mekkah Pupus
-
Tarif Tol Jakarta-Semarang Makin Murah? Cek Diskon Mudik Lebaran 2025 di Sini!
-
Ini Rekomendasi Catering Murah Saat Lebaran di Semarang
Terpopuler
- Menguak Sisi Gelap Mobil Listrik: Pembelajaran Penting dari Tragedi Ioniq 5 N di Tol JORR
- Kode Redeem FF SG2 Gurun Pasir yang Aktif, Langsung Klaim Sekarang Hadiahnya
- Dibanderol Setara Yamaha NMAX Turbo, Motor Adventure Suzuki Ini Siap Temani Petualangan
- Daftar Lengkap HP Xiaomi yang Memenuhi Syarat Dapat HyperOS 3 Android 16
- Xiaomi 15 Ultra Bawa Performa Jempolan dan Kamera Leica, Segini Harga Jual di Indonesia
Pilihan
-
FULL TIME! Yuran Fernandes Pahlawan, PSM Makassar Kalahkan CAHN FC
-
Libur Lebaran, Polresta Solo Siagakan Pengamanan di Solo Safari
-
Dipermak Nottingham Forest, Statistik Ruben Amorim Bersama MU Memprihatinkan
-
Partai Hidup Mati Timnas Indonesia vs China: Kalah, Branko Ivankovic Dipecat!
-
Kronologi Pemerkosaan Jurnalis Juwita Sebelum Dibunuh, Terduga Pelaku Anggota TNI AL
Terkini
-
Pemudik Lokal Dominasi Arus Mudik di Tol Jateng, H+1 Lebaran Masih Ramai
-
Koneksi Tanpa Batas: Peran Vital Jaringan Telekomunikasi di Momen Lebaran 2025
-
Hindari Bahaya, Polda Jateng Tegaskan Aturan dalam Penerbangan Balon Udara
-
Wapres Gibran Mudik, Langsung Gercep Tampung Aspirasi Warga Solo!
-
Tragedi Pohon Tumbang di Alun-Alun Pemalang: Tiga Jamaah Salat Id Meninggal, Belasan Terluka