Budi Arista Romadhoni
Selasa, 04 Februari 2025 | 07:15 WIB
Demonstrasi massa FMBB di Kawasan Candi Borobudur. [Suara.com/Angga Haksoro]
"Borobudur" di Indonesia menarik wisatawan dari seluruh dunia untuk mengunjungi situs candi Buddha yang megah (Unsplash/Herry Sutanto)

Ketua FMBB, Puguh Tri Warsono skeptis masalah selesai hanya dengan cara memperluas hak pengelolaan kawasan Candi Borobudur kepada PT Taman Wisata Candi.

Rambang itu muncul, mengingat konflik kepentingan berkepanjangan antara PT Taman Wisata Candi dan Museum Cagar Budaya soal pengelolaan zona 1 Candi Borobudur.

“Kami tidak peduli ujungnya yang mengelola siapa. Tapi jadikan ini (baik seperti) semula. Bukan benturannya diteruskan. Track record-nya sudah ada. PT Taman mengelola sejak tahun 1992. Berapa puluh tahun sudah mengelola.”

Forum Masyarakat Borobudur Bangkit kemudian menggalang dukungan agar Perpres 101/2024 direvisi. Demostrasi yang melibatkan semua unsur warga, digelar 2 Februari kemarin.   

Pejabat Pengganti Sementara Corporate Secretary PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Destantiana Nurina, membantah jika Perpres 101 tahun 2024 bakal tidak melindungi kepentingan warga.

“Adanya Perpres ini kepentingan masyarakat jadi tidak dilindungi, itu kesalahan besar. Media komunikasi, media membangun ekosistem masyarakat, tercantum dalam Perpres dan lampirannya.”

Perpres 101 mengatur bagaimana PT TWB harus berkolaborasi dengan pemerintah desa, pemerintah daerah, dan pemerintah provinsi.

“Dalam pengelolaan ini TWB punya 3 prinsip: Inklusif, holistik, dan kolektif. Kami tidak menutup aspirasi masyarakat. Silakan masukkannya apa. Toh akhirnya pengelolaan ini berdampak untuk masyarakat,” kata Destantiana.

Kelola Bersama Warga

Baca Juga: Kunjungan Presiden Prabowo ke Akmil Berkah Bagi Hotel di Magelang, Okupansi Tembus 100%!

Anggota FMBB, Jack Priyana menyodorkan solusi manajemen terintegrasi untuk mengurai masalah pengelolaan candi. Dia meminta masyarakat Borobudur diberi ruang untuk terlibat.

Monopoli manajemen memisahkan identitas budaya warga dari Candi Borobudur. Akhirnya warga kehilangan rasa memiliki dan putus keterikatan generasi dari candi.

“Kami kehilangan rasa memiliki Borobudur. Anak cucu kami semakin tidak paham Borobudur. Ini semata-mata pariwisata dengan kepentingan oligarki yang sembunyi di ketiak undang-undang.”

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More