Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 11 Juli 2025 | 15:51 WIB
Ilustrasi Pemprov Jateng telah menerima sebanyak 72.460 siswa miskin melalui jalur afirmasi. [Dok Humas]

SuaraJawaTengah.id - Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kerap menjadi momok menakutkan bagi siswa miskin di pelosok, membuat mereka 'terlempar' dari persaingan hanya karena faktor jarak.

Namun, sebuah gebrakan baru dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi kini menjadi penyelamat bagi puluhan ribu anak yang nyaris kehilangan harapan.

Melalui jalur afirmasi pada Seleksi Penerimaan Siswa Baru (SPMB) 2025, Pemprov Jateng berhasil menampung total 72.460 siswa dari keluarga tidak mampu. Sebanyak 70.000 siswa diterima di SMA/SMK Negeri.

Namun, yang menjadi sorotan utama adalah terobosan program sekolah kemitraan, yang memberikan 'tiket emas' bagi 2.460 siswa miskin lainnya untuk bersekolah di SMA/SMK swasta secara gratis, sepenuhnya dibiayai pemerintah.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan bahwa ini adalah bentuk intervensi langsung negara untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan.

"Pemprov Jateng lakukan intervensi pada siswa yang berada di wilayah miskin ekstrem. Kualifikasi (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) P1, P2 dan P3 dihabiskan semuanya," kata Ahmad Luthfi saat diwawancarai di Kota Semarang pada Kamis, 10 Juli 2025.

Ia mengakui, perjuangan ini tidak mudah, terutama di daerah dengan budaya kuat untuk langsung bekerja setelah lulus SMP. Edukasi masif terus digalakkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pendidikan hingga jenjang SMA/SMK adalah hak yang harus diperjuangkan, terlebih kini ada solusi gratis.

Solusi Cerdas Atasi Kendala Jarak

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Sadimin, mengungkapkan bahwa program kemitraan dengan sekolah swasta ini adalah jawaban atas masalah klasik yang tak terselesaikan: jarak. Banyak siswa miskin yang tinggal jauh dari sekolah negeri, membuat mereka kalah telak dalam sistem zonasi.

Baca Juga: Generasi Muda Hilang Arah? Wakil Ketua DPRD Jateng Ingatkan Soal Akar Budaya

Meski demikian, program ini juga menghadapi tantangan. Dari total 5.040 kuota yang disediakan di sekolah swasta mitra, baru 2.460 yang terisi. Ini bukan karena tidak diminati, melainkan karena kendala yang sama.

“Jarak tempuh jadi pertimbangan. Mereka akhirnya tetap bersekolah di swasta regular," kata Sadimin, menjelaskan bahwa beberapa sekolah swasta mitra pun lokasinya masih dianggap jauh oleh calon siswa. Pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sekolah mitra yang minim atau bahkan tidak mendapat pendaftar sama sekali.

Kisah Arsad: Bukti Nyata Jebakan Zonasi dan Program Penyelamat

Kisah Arsad Abi Mubarok, warga Desa Kebonagung, Kabupaten Semarang, adalah cerminan nyata dari masalah ini. Lulusan SMP Negeri 2 Sumowono ini nyaris putus asa karena terhalang 'tembok' zonasi. Sekolah negeri terdekat berada di Ambarawa, yang jaraknya membuat perut mulas.

“Ingin sekolah di SMA Negeri tapi adanya di Ambarawa dan itu jaraknya 18 kilometer,” ujarnya, membayangkan ongkos transportasi yang harus ia keluarkan setiap hari.

Harapan Arsad kembali menyala saat mendengar informasi tentang program sekolah kemitraan yang digagas Gubernur Ahmad Luthfi. Program ini memberinya kesempatan bersekolah gratis di sekolah swasta yang lokasinya jauh lebih terjangkau.

Load More