SuaraJawaTengah.id - Publik tengah dihebohkan oleh temuan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri terkait dugaan praktik curang pada 212 merek beras premium.
Namun, gelombang skandal yang menyeret nama-nama produsen raksasa itu seolah tak terasa di Pasar Muntilan, Magelang, di mana denyut ekonomi pedagang kecil tetap berjalan normal.
Para pedagang di pasar tradisional ini ternyata memiliki 'kekebalan' tersendiri terhadap gejolak beras premium. Alih-alih panik, mereka justru membuktikan bahwa model bisnis yang berfokus pada beras medium jauh lebih tangguh dan menguntungkan.
Salah seorang agen besar beras di Pasar Muntilan, Putri Tri Sulistiani, mengungkap rahasia di balik ketenangan pasar. Mayoritas pelanggannya bukanlah konsumen akhir dari kelas menengah atas yang mencari gengsi merek, melainkan para pedagang eceran yang akan menjualnya kembali di warung-warung kampung.
Bagi mereka, perputaran barang yang cepat dan margin keuntungan yang jelas adalah segalanya. Sesuatu yang sulit didapat dari beras premium yang mahal dan lambat terjual.
“Kalau premium dari pabrik. Saya melayani orang-orang biasa yang mau dijual lagi di kampung,” kata Tri kepada SuaraJawaTengah.id, Rabu (16/7/2025).
Ia bahkan punya pengalaman langsung dengan salah satu merek yang kini terindikasi terlibat, yakni Sania dari Willmar Group. Beras seharga Rp78 ribu per 5 kilogram itu terbukti tak mampu memikat pasar lokal.
“Saya pernah jual beras merek Sania. Tapi sudah berapa lama tidak ada. Sudah sekitar satu bulan ini nggak dikirim. Kurang laku juga kalau untuk pasaran sini,” ungkapnya, membeberkan realita pasar.
Menurut Tri, fokus pada beras kelas medium adalah strategi bisnis yang lebih cerdas. Selain perputaran uang yang lebih kencang, selera konsumen lokal juga menjadi faktor penentu. Ternyata, tak semua orang suka beras yang terlalu 'sempurna'.
Baca Juga: Helm Jiplakan Pembalap MotoGP, Puaskan Gengsi Para Biker
“Malah ada pembeli yang tidak suka beras polesan. Warnannya terlalu putih, jadi katanya tindak nyantan,” kata Tri, merujuk pada istilah lokal untuk nasi yang tidak berasa gurih atau legit.
Kalkulasi ekonomi ini diamini oleh Supriyanto, seorang pedagang eceran dari Progowati, Muntilan. Ia secara rutin membeli beras dari agen Hj. Tri untuk dijual kembali di toko kelontong miliknya. Logikanya sederhana: keuntungan pasti dari produk yang pasti laku.
Supriyanto mencontohkan, ia membeli beras 10 kilogram seharga Rp140 ribu dan akan menjualnya kembali seharga Rp15 ribu per kilogram, memberinya profit Rp10 ribu.
“Saya untung Rp10 ribu untuk beras ukuran 10 kilogram. Saya lebih untung jualan beras yang biasa. Konsumennya sudah pada senang beras yang biasa,” ujarnya.
Fenomena di Pasar Muntilan ini menjadi antitesis dari skandal besar yang tengah diselidiki Kementan dan Satgas Pangan. Di saat produsen besar seperti Willmar Group (Sania, Fortune), PT Food Station Tjipinang Jaya (Sentra Ramos), PT Buyung Poetra Sembada (Topi Koki), hingga Japfa Group (Ayana) terindikasi menjual beras medium sebagai premium, pedagang kecil justru jujur pada segmen pasarnya dan tetap meraup untung.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota
-
Bukan Cuma Sepak Bola! Intip Keseruan dan Kekompakan Jurnalis Semarang di Tiba Tiba Badminton 2025
-
7 Jalur Trek Lari di Purwokerto, Syahdyu untuk Melepas Penat dan Menjaga Kebugaran