Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 26 September 2025 | 11:03 WIB
Ilustrasi Eksil di era G30S PKI. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Eksil 1965 lahir dari represi politik pasca G30S, paspor dicabut hingga jadi “stateless”.
  • Mereka tersebar di berbagai negara, hidup dalam tantangan bahasa, stigma politik, dan ekonomi.
  • Generasi kedua eksil masih menyimpan memori pahit, sementara rekonsiliasi penuh belum tercapai.

6. Generasi Kedua Eksil

Kini, eksil generasi pertama banyak yang sudah tiada. Yang tersisa adalah anak-anak mereka, generasi kedua yang ikut terusir bersama orang tua pada masa itu. Kini mereka berusia 70 sampai 80 tahun dan sering disebut sebagai “the last generation” dari eksil 1965. Generasi ini masih membawa memori pahit tentang pengasingan dan kehilangan identitas.

7. Upaya Rekonsiliasi yang Tertunda

Pada era pemerintahan modern, negara pernah meminta maaf kepada korban peristiwa 1965, termasuk para eksil. Namun, pertanyaan besar masih tersisa: apakah hak kewarganegaraan mereka sudah sepenuhnya dipulihkan? Beberapa eksil masih merindukan tanah air, sementara lainnya sudah menetap permanen di negeri asing, menjaga identitas dengan menulis, berorganisasi, dan tetap menjalin komunikasi dengan sesama eksil.

Kisah eksil 1965 adalah potret getir dari politik yang mencabut identitas dan memutus ikatan seseorang dengan tanah air. Mereka terpaksa hidup di negeri asing, sementara Indonesia sendiri menolak mengakui mereka. Dari kisah ini, kita belajar bahwa tuduhan tanpa pengadilan tidak hanya menciptakan trauma, tetapi juga meninggalkan luka sejarah yang panjang.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More