Dua Tokoh NU Ini Tanamkan Nasionalisme dalam Orasi Kebangsaannya

Indonesia juga harus bisa seperti lautan, memiliki jati diri yang kuat dan tidak bisa diatur atau diubah ideologinya oleh siapa saja.

Chandra Iswinarno
Minggu, 17 Maret 2019 | 16:20 WIB
Dua Tokoh NU Ini Tanamkan Nasionalisme dalam Orasi Kebangsaannya
Dua tokoh NU hadiri Apel Kebangsaan di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2019). [Suara.com/Adam Iyasa]

SuaraJawaTengah.id - Tak hanya tokoh nasional yang mengisi orasi kebangsaan pada Apel Kebangsaan di Lapangan Simpang Lima Semarang, Minggu (17/3/2019).

Tampil juga dua ulama kharismatik, yakni Ketua Jamiyyah Ahlith Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdliyyah (Jatman) Habib Luthfi bin Yahya dan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen.

"Apakah kumpul seperti ini masih meragukan kekuatan Indonesia. Kita bangga punya Merah Putih, pertama kehormatan bangsa, kedua harga diri bangsa, dan ketiga jati diri bangsa. Itu satu lambang yang luar biasa," kata Habib Luthfi di hadapan ribuan peserta Apel Kebangsaan.

Masyarakat Indonesia dalam merawat kebangsaan, kata Habib Luthfi, harus meniru leluhur zaman dahulu. Meski, bendera penjajah ada di tiap sudut Indonesia namun, para leluhur mampu menanamkan arti merah-putih pada tiap jiwa rakyat.

Baca Juga:Keponakan Prabowo Ditangkap Polisi Kasus Pembobolan Bank

"Kita kagum sama kasepuhan dulu, banyak bendera penjajah di seluruh tanah air, sesepuh kita menanamkan merah putih di tiap tiang rumah yang ada," kata Habib Luthfi.

Cara itu, ujar Habib Luthfi, sampai saat ini masih melekat dilakukan oleh warga di pelosok desa-desa. Manakala setiap warga yang akan membangun rumah, pasti akan diberi bendera merah-putih pada tonggak usuk rumah paling tinggi di bagian atap.

"Termasuk ada janur kuning, padi, pisang dan bendera saat bangun rumah, itu semua lama-lama janur layu, padi makin kuning, pisang juga makin matang, berubah karena waktu, tapi hanya satu yang tak berubah warna dan bentuk, bendera Merah Putih," jelasnya.

Indonesia juga harus bisa seperti lautan, memiliki jati diri yang kuat dan tidak bisa diatur atau diubah ideologinya oleh siapa saja.

"Banyak sampah dibuang ke laut, tapi ombak akan menyapunya untuk kembali ke daratan. Air tawar bermuara semua ke laut, tapi tidak akan merubah rasa asin air laut. Itu lah harusnya Indonesia, tidak akan berubah jati dirinya," tukasnya.

Baca Juga:Pemain Futsal Timnas Selandia Baru Jadi Korban Penembakan di Christchurch

Sementara, Mbah Moen menyampaikan lahirnya pemikiran Pancasila sesuai ajaran Wali Sanga yang diturunkan juga di tanah Jawa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini