SuaraJawaTengah.id - Satu abad berkiprah, Nyonya Meneer, sang pioner industri jamu di Indonesia, ambruk, bangkrut. Kini, karyawan yang tersisa dan masih hidup, terpaksa menelan pil pahit kenyataan, segetir ampas jamu.
LELAKI paruh baya itu tengah menata lembaran-lembaran kertas slip gaji. Sesekali dia mengernyitkan dahi, melihat nominal rupiah yang tertera.
Sebuah nilai yang lumayan dia terima, saat masih aktif sebagai karyawan pada sebuah perusahaan jamu legendaris yang berdiri sejak tahun 1919.
Tatanan lembaran tumpukan kertas itu lalu dia hentikan, sembari menunjukkan salah satu slip gaji, jika terkahir dia terima gaji pada bulan Mei 2016.
Baca Juga:Diprotes, 72 Merek Dagang Nyonya Meneer Hanya Dihargai Rp 10 Miliar
Pada bulan itu pula, nasibnya sebagai karyawan terkatung-katung. Tak ada lagi slip gaji yang ia terima. Bahkan untuk menyebut status sebagai karyawan pun dia masih bingung.
Dia adalah Joko Prasetyo (46), salah satu mantan karyawan PT Nyonya Meneer, masih menuntut asa keadilan dari gaji dan pesangon yang belum dia dapatkan selama perusahaan jamu itu dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 3 Agustus 2017.
Karena statusnya tidak pasti, tidak ada kata PHK dari perusahaan. Bersama 83 rekannya, dia mengajukan diri PHK di Dinas Ketenagakerjaan Kota Semarang.
Pasalnya, sepengetahuan Joko, dari aturan ketenagakerjaan jika selama tiga bulan berturut-turut perusahaan tak mampu membayarkan gaji maka karyawan bisa mengusulkan PHK kepada Dinas Ketenagakerjaan, selanjutnya hak-haknya sebagai karyawan bisa dipenuhi.
"Bukan di PHK, tidak ada surat pemutusan resmi juga, tak digaji juga, tapi kami mengajukan PHK ke Dinas Ketenagakerjaan karena sudah tiga bulan berturut-turut tidak digaji perusahan. Dan disetujui oleh dinas," kata Joko, saat ditemui Suara.com, Kamis (13/6/2019).
Baca Juga:Mantan Bos Nyonya Meneer Gugat Bank karena Rumahnya Dilelang
Joko tinggal di rumah kontrakan di Jalan Pandansari VIII RW 8 RT 5, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.