Wali murid memprotes kebijakan mewajibkan katering dari sekolah. Biaya katering itu dgabung bersama SPP sebesar Rp 400 ribu per bulan.
Seperti Asih Suherningsih (32) yang mendapati anaknya memakan sop, buah salak dan sawo basi. Kejadian tersebut sudah lebih dari sekali.
"Anak saya pernah dikasih sop kecut, salak busuk, sawo basi. Masak anak dikasih itu? Dikasih ke pitik iso klenger pitik e (diberi ke anak ayam bisa pingsan ayamnya)," kesalnya.
Khusus untuk menu, Asih melihat katering yang disediakan sekolah kurang sehat bagi anak-anak. Dengan kondisi makanan yang basi, ditambah seluruh lauknya merupakan makanan kemasan, membuat tidak sehat jika dikonsumsi rutin.
Baca Juga:Warga Brebes-Tegal Keluhkan Sempat Mati Listrik Bikin Aktifitas Terhenti
"Saya saja penjual sosis, tidak rutin memberi makan ke anak saya kalau di rumah. Lha ini sosis kemasan harganya hanya sekitar Rp 500, di sini bisa mahal," ketusnya.
Ia juga sempat meminta kejelasan terkait hal tersebut dan fasilitas lainnya ke pihak sekolah. Namun jawaban yang diberikan tidak memuaskan dirinya. Karena kesal, ia pun segera memindahkan anaknya ke sekolah lainnya.
"Anak saya sudah saya pindahkan ke sekolah lainnya. Kesal sih mas," tambahnya.
Selain Asih, sudah ada 30 wali murid yang memindahkan anak-anaknya. Permasalahannya hampir sama, yakni di antaranya makanan basi.
Wali murid hingga komite sekolah menanyakan kenapa kualitas katering jelek, tapi diwajibkan. Mereka maklum jika katering diwajibkan, tapi kualitasnya harus terjamin.
Baca Juga:Cadas, Emak-emak di Tegal Jualan Es Kelapa Muda di Lintasan Road Race
Kepala SDIT Al Furqon Abu Hasan Sadili meminta maaf atas kejadian tersebut. Kejadian tersebut, kata dia hanya kesalahpahaman.