SuaraJawaTengah.id - Viralnya foto Bupati Klaten Sri Mulyani di botol hand sanitizer membuat badan pengawas pemilu (Bawaslu) setempat bergerak utnuk menyelidiki persoalan tersebut. Langkah tersebut dilakukan Bawaslu Klaten, lantaran Sri Mulyani digadang bakal maju sebagai calon bupati dalam Pilkada 2020.
Ketua Bawaslu Klaten Arif Fatkhurrahman mengatakan, pihaknya hingga kini masih terus melakukan kajian menyikapi foto bupati tersebut.
"Kami masih melakukan kajian dari beberapa fakta yang ada dan melakukan koordinasi atau komunikasi secara intensif dengan Bawaslu provinsi. Jika temuan itu mengandung unsur pelanggaran pilkada, kami akan melakukan penanganan sebagaimana mestinya," kata Arif kepada Solopos.com-jaringan Suara.com, Selasa (28/4/2020).
Selain itu berkomunikasi dengan Bawaslu Jateng, pihaknya juga berkoordinasi dengan kejaksaan dan kepolisian dalam wadah sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) juga dilakukan. Koordinasi itu dilakukan jika ditemukan ada unsur pelanggaran perundang-undangan selain UU Pilkada.
Baca Juga:Viral Hand Sanitizer Bersticker Bupati Klaten, Begini Klarifikasinya
"Jika ada unsur pelanggaran perundang-undangan lainnya, Bawaslu akan meneruskan ke instansi yang berwenang. Pada Pasal 30 huruf e UU No. 10/2016 tentang Pilkada menyatakan bahwa salah satu tugas dan wewenang Bawaslu adalah meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi berwenang. Secepatnya hasil koordinasi kami sampaikan," jelas Arif.
Sementara itu, Bupati Klaten Sri Mulyani berkilah jika tertempelnya stiker bergambar dirinya pada botol hand sanitizer bantuan karena ada kekeliruan penempelan.
"Mungkin dunia bilang ini tahun politik atau akan ada pilkada dikaitkan. Tetapi secara pribadi bahwa saya berbuat untuk rakyat. Saya berusaha memberikan yang terbaik. Tetapi di sisi lain ada kekeliruan atau mungkin ada yang memanfaatkan momen ini. Sangat-sangat menjadi instropeksi saya bahwa dalam kondisi seperti ini harus selalu hati-hati melangkah. Karena pihak lawan mencari sesuatu di saya," kata Mulyani.
Istri mantan Bupati Klaten Sunarna itu juga mengklaim permasalahan yang menjadi viral di medsos sudah berakhir. Dia juga menyinggung bantuan paket sembako yang dibagikan di DPC PDIP Klaten.
"Intinya kemarin sudah klir, bahwa terkait sembako, karena unggahan pertama itu kaitannya sembako, tempelan dari DPC itu murni dari Ketua DPC. Ada kekeliruan penempelan (stiker) hand sanitizer. Jadi ini murni kesalahan. Tidak ada niatan memanfaatkan momen ini."
Baca Juga:Hand Sanitizer Berstiker Bupati Klaten, Laode: Bupati Tanpa Rasa Malu
Terkait stiker bergambar foto dirinya yang ramai diperbincangkan di medsos hingga menjadi trending topic di twitter, Mulyani mengaku tak ingin terlalu terbawa kabar di medsos.
"Intinya kalau terlalu mengikuti di medsos ya nanti tidak akan berbuat. Karena memang riil yang ada di dunia maya itu berbeda dengan apa yang saya lakukan. Dan ini benar-benar dimanfaatkan seseorang dan saya tahu persis yang melakukan ini semuanya," katanya.
Sri Mulyani enggan menjelaskan lebih lanjut pihak yang dimaksudnya. Terkait ada atau tidaknya upaya hukum, Sri Mulyani menuturkan akan melihat perkembangan lebih lanjut.
"Itu internal, nanti akan kami lakukan sendiri. Kami lihat perkembangan," jelasnya.
Dia mengakui ada botol hand sanitizer dengan stiker gambar foto dirinya selaku Bupati Klaten yang tertempal pada botol berukuran 100 mililiter. Dia menjelaskan hand sanitizer itu dibagikan ke masyarakat.
"Hand sanitizer yang besar itu (bergambar foto dirinya sebagai bupati) sasarannya kepada masyarakat yang membutuhkan. Dan yang besar itu biasa saya berikan saat saya di lapangan. Ada orang yang membutuhkan, saya bagikan satu-satu," kata dia.
Mulyani menegaskan pengadaan hand sanitizer dengan botol berstiker gambar foto dirinya merupakan pengadaan pribadi atau tidak menggunakan dana APBD.
"Itu pengadaan non APBD dan itu pribadi. Sementara ini yang bersumber dari APBD itu ada di Dinkes dan didistribusikan ke puskesmas dan rumah sakit," jelasnya.
Sementara untuk paket sembako yang dialokasikan menggunakan dana APBD melalui belanja tidak terduga, selama ini diberikan kepada orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) serta orang tanpa gejala (OTG).
"Kalau yang saya bagi ke tukang becak, ojol, serta pedagang kantin itu semua non APBD. ada yang pribadi dan sukarelawan serta donatur."