SuaraJawaTengah.id - Sore itu di Kota Semarang, sebelum menghibur warga, Hani dengan cekatan mengambil perlengkapan dandan dari dalam tasnya. Ia kemudian memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah muda.
Hani adalah seorang waria asal Kota Semarang.
Pernak-pernik yang melekat di tubuhnya seperti tas, cincin, baju dan juga sepatu yang Hani pakai menunjukan bahwa ia benar-benar mengetahui fashion dan cara berpakaian menarik untuk dipakainya.
Setelah persiapan selesai, ia pamitan dengan ibunya yang saat itu sedang sakit karena stroke yang menggerogoti tubuhnya selama bertahun-tahun. Kini, ia hanya tinggal bersama ibu dan adik semata wayangnya yang masih duduk di bangku SMP.
Baca Juga:KSAD Ditunjuk Jadi Wakil Ketua Komite Covid-19, DPR Bilang Begini
Hani merupakan tulang punggung bagi keluarga. Semenjak bapaknya meninggal, ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ia menjadi sosok kepala keluarga yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sembari berjalan menuju tempatnya bekerja, Hani bercerita tentang banyak hal buruk selama ia bekerja. Mulai dari pungli, intimidasi, pelecehan dan berbagai penolakan dari warga bahkan tak terkecuali keluarga paling dekat sekalipun.
“Dulunya sempat dipaksa keluarga agar tidak memakai baju perempuan saat di rumah,” katanya sembari mengingat-ingat memori kelam yang pernah ia alami.
Keluarganya memang sempat malu namun seiring waktu, berangsur-angsur keluarga sudah mulai menerima jalan hidup pilihan Hani.
Bully atau sindiran menjadi makanan yang kerap dia dapatkan selama beraktivitas. Kendati demikian dirinya tak mempermasalahkan orang-orang tersebut.
Baca Juga:Cara Cairkan Duit Rp 600 Ribu untuk Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta
"Stigma negatif terhadap saya sudah biasa saya terima. Namun ketika kita diberi kesempatan hidup sekali, bermanfaatlah buat orang lain," jelasnya.
Obrolan kami harus dihentikan ketika tiba tempat kerjanya.
“Maaf ya, saya mau pentas dulu menghibur warga,” katanya sembari mengarahkan tangannya ke arah panggung yang dipenuhi dengan alat musik.
Hari itu Hani diundang warga untuk menjadi penyanyi bersama group music asal Kota Semarang. Gelak tawa warga mulai pecah ketika Hani bernyanyi. Dengan sekejap, Hani menguasai panggung.
Hani memang kerap dipanggil sebagai penyanyi karena ia tidak hanya lihai dalam bernyanyi namun juga mahir mengocok perut warga ketika bernyanyi.
Selepas bernyanyi, Hani kembali menghampiri saya di samping rumah warga. Sebelumnya kami memang sudah bersepakat untuk bertemu di tempat tersebut.