Apel HUT ke-75 RI di Sawah, Petani Banyumas Belum Merdeka karena Kartu Tani

Petani juga turut berjuang dalam proses kemerdekaan yang membantu para tentara saat bergerilya.

Chandra Iswinarno
Senin, 17 Agustus 2020 | 12:56 WIB
Apel HUT ke-75 RI di Sawah, Petani Banyumas Belum Merdeka karena Kartu Tani
Para petani menggelar upacara bendera kemerdekaan seusai memanen di Grumbul Kalibacin, Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Senin (17/8/2020). [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Tembang Macapat dari Grup Pangestawa diiringi Tabuhan Gubrakan Lesung mengawali prosesi panen sebelum upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia di Grumbul Kalibacin, Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Senin (17/8/2020).

Sekelompok petani dari pukul 07.00 WIB telah bersiap dengan mengenakan atasan warna putih seadanya dan bawahan dibalut jarit. Suasana meriah namun sederhana menghiasi pinggiran jalan desa yang berada di perbukitan.

Inisiator sekaligus Pemimpin Balai Pustaka Rumah Karya dan Budaya, Nasirun Wijaya mengatakan, sebenarnya ingin mengajak mengenang kembali bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya direbut dengan perjuangan bersenjata.

"Adanya perjuangan bersenjata para prajurit-prajurit tentara selama bergerilya mereka pasti dibantu oleh petani. Tempat menginapnya juga di rumah petani, makan selama gerilya pun ditanggung petani," katanya saat ditemui, Senin (17/8/2020).

Baca Juga:Pohon Jati Jadi Tiang Bendera, Warga Nganjuk Gelar Upacara HUT RI di Hutan

Jadi petani menjadi sosok yang sangat penting mendukung kemerdekaan Bangsa Indonesia. Petani juga turut berjuang dalam proses kemerdekaan yang membantu para tentara saat bergerilya.

"Jadi hari ini ingin saya katakan petani adalah juga pejuang. Bukan hanya direbut dengan senjata dan diplomasi saja, di garis belakang ada petani yang berjasa besar pada perjuangan bangsa ini," jelasnya.

Para peserta yang mengikuti upacara tersebut terdiri dua kelompok, berjumlah 60 orang dari kelompok petani dan kelompok gubrakan lesung. Gubrakan lesung sendiri tak lepas dari proses bertani pada jaman dahulu.

"Dasar mereka, gubrakan lesung itu kan bagaimana menghibur diri setelah masa panen. Jadi setelah panen mereka biasanya main musik gebrakan lesung bersama," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Si Welut Grumbul Kalibacin, sekaligus inspektur upacara, Sudirno mendukung penuh kegiatan tersebut. Sebab, menurutnya petani sejak dahulu membantu para pejuang Indonesia.

Baca Juga:Peringati HUT RI ke-75, Warga Semarang Gelar Upacara di Tugu Soeharto

"Sebagai contoh, adik dari ibu saya adalah seorang tentara, sehingga pada suatu waktu, saat akan berangkat atau sepulang dari berjuang bersama teman-temannya itu mampir ke gubuk bapak dan ibu saya, di situ dijamu seadanya," katanya.

Pelaksanaan upacara sendiri dilakukan di atas tanah sawah yang sudah dipanen pada pagi harinya. Upacara dimulai pada pukul 09.30 WIB selama setengah jam. Setelah itu dilanjutkan dengan peringatan detik-detik proklamasi.

"Mudah-mudahan para pejuang bisa ditiru oleh para pemuda seperti kalian semua. Jadi semoga kalian semua juga tahu bahwa para petani andilnya sangat besar terhadap para tokoh kemerdekaan sejak dahulu," jelasnya.

Ia berharap perjuangan petani saat ini tidak dipersulit oleh adanya birokrasi yang mengharuskan memiliki kartu tani untuk membeli pupuk bersubsidi. Karena dinilai memberatkan para petani dengan kategori miskin.

"Itu sangat-sangat memberatkan bagi kita petani yang miskin lah kategorinya. Garapannya paling-paling hanya 700 meter. Jadi kami harapannya adalah pemerintah, memberikan subsidi langsung kepada petani. Jadi tidak lewat ini, tidak lewat itu, itu sangat menyakitkan sekali," jelasnya.

Harga pupuk dan obat-obatan saat ini terhitung mahal. Tidak sebanding dengan harga gabah pada saat panen. Apalagi pada saat Covid-19 seperti ini.

"Gabah kering seharga Rp 4.300 per kilogam. Untuk itu marilah kita petani sangat berharap kepada siapa saja yang berwenang, saya ingin petani disejahterakan, dimerdekakan, jangan sampai terlantar," ujarnya.

Dia mengaku sudah memiliki kartu tani, tapi, ia banyak mendapat keluhan dari anggotanya yang kurang berpendidikan yang katanya syaratnya tidak mudah.

"Dari 130 anggota, tidak sampai setengahnya memiliki kartu tani. Hanya sekitar 30 persen. Menggarap lahan sekitar 24 hektare dari tanah basah dan tanah kering untuk berkebun. Ya semoga kalau harus semua memiliki kartu tani, syaratnya lebih dipermudah lagi melihat banyak yang tidak berpendidikan," katanya. 

Kontributor : Anang Firmansyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini