SuaraJawaTengah.id - Perpanjangan minimal usia dan masa jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam revisi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK (RUU MK) menjadi sebuah kecurigaan bagi Koalisi Save MK.
Pengaturan yang menguntungkan individu tersebut bisa menjadi hadiah bagi MK dengan syarat ditukar dengan ruu kontroversial. Pernyataan tersebut disampaikan KoDe Inisiatif yang tergabung dalam Koalisi Save MK.
Peneliti KoDe Inisiatif Viola Reininda menilai, ada konflik kepentingan dalam pembahasan RUU MK. Dia tidak dapat menutupi kecurigaannya kalau produk hukum itu malah dimanfaatkan untuk tukar kepentingan.
"Ketentuan revisi UU MK ini juga berlaku bagi hakim konstitusi yang sekarang jadi incumbent, sekarang menjabat. Jadi hakim-hakim konstitusi ini lah yang mendapat keuntungan dari perpanjangan masa jabatan, hakim ketua dan wakil ketua, perpanjangan sampai masa pensiun sampai 70 tahun," kata Viola dalam sebuah webinar yang digelar Jumat (28/8/2020).
Baca Juga:ICW Khawatirkan RUU MK Jadi Alat Barter Politik
Viola juga menemukan potensi seorang hakim dapat menjabat selama 20 tahun apabila RUU MK itu disahkan.
Karena, apabila ada seorang hakim yang sudah terpilih dalam dua periode dan pada akhir masa jabatannya berusia 60 tahun, maka masih diperkenankan menjabat hingga 10 tahun mendatang.
Dalam DIM yang ditawarkan pemerintah memang ada batasnya, yakni masa jabatan hakim maksimal sampai 15 tahun apabila dari usia 60 tahun dia melanjutkan lagi sampai usia pensiun.
Namun, secara garis besar, peraturan itu menjadi sebuah hadiah bagi ketua MK saat ini. Viola melihat 'hadiah' itu bisa ditukar dengan RUU kontroversial yang saat ini tengah di uji materi untuk segera diloloskan seperti UU KPK, UU Minerba, dan mungkin melindungi RUU Cipta Kerja kalau ada yang menggugat.
"Hadiah ini bisa ditukar dengan banyak sekali rancangan UU kontroversial yang saat ini sedang diujikan," ujarnya.
Baca Juga:Pemerintah Sepakat Bahas Revisi UU Mahkamah Konstitusi Bersama DPR