Butuh waktu sekitar 2 minggu mengulang-ulang pewarnaan sehingga warna yang dihasilkan dianggap kuat. Lukisan masih harus dibiarkan sebelum diberi pelapis kuncian warna.
“Saya menyimpan karya yang dibuat tahun 2014 itu warnanya masih oke. Apalagi yang sekarang ini warnanya lebih pekat. Saya bikinnya lebih detail, pewarnaannya diulang-ulang, warnanya lebih bagus dan lebih kuat,” ujar Medi.
Medi bisa dibilang sebagai seniman serba bisa. Lahir dan besar di Dusun Tingal Wetan, interaksi Medi dengan kegiatan seni di sekitaran Candi Borobudur dimulai sejak usianya masih kecil.
Saat duduk di kelas III SD Wanurejo 1, Medi menjuarai lomba melukis tingkat Kecamatan Borobudur. Sejak saat itu, dia rutin mewakili sekolah mengikuti berbagai ajang lomba.
Baca Juga:Ferdinand Tantang Anies Jelaskan Fee Ajang Balap Formula E Rp560 Miliar
Kegiatanny melukis sempat terhenti saat Medi masuk sekolah menengah pertama (SMP). “Saya masuk SMP Negeri 1 Borobudur. Disana gurunya galak-galak. Jadi saya fokus di pelajaran, nggak sempat melukis,” katanya.
Selepas SMP, Medi melanjutkan sekolah ke SMA Pendowo, Magelang. Dia memilih SMA Pendowo karena ada salah satu guru lukis yang dia kenal mengajar disana.
Pada tahun-tahun ini dia mulai sering membantu komunitas Pelukis Muda Borobudur menggelar pameran. “Nah SMA itu saya sering ikut lomba lukis sana-sini. Kadang bolos sekolah untuk ikut lomba.”
Kesempatan ikut pameran datang sekitar tahun 1995. Yayasan Cempaka Kencana mengadakan open air gallery di Taman Wisata Borobudur.
Spesialis Pelukis Kepala Budha
Baca Juga:Tak Yakin Keluarga Bisa Mengerti, Millen Cyrus Pilih Curhat ke Tuhan
Kebanyakan lukisan yang dibuat Medi bertema relief candi. Dulu, pengelola Borobudur mengizinkan seniman naik ke atas candi untuk melukis langsung on the spot.
Kedekatan Medi dengan tema relief candi tak lepas dari memori masa kecilnya yang saban Lebaran berkunjung ke Borobudur. Warga kampung sekitar punya kebiasaan naik ke Candi Borobudur seusai shalat Ied.
Masyarakat menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat bertemunya budaya yang menerabas sekat-sekat keagamaan. Mereka memilih Borobudur sebagai tempat perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Dari remaja Medi juga terbiasa mengaplikasikan lukisan pada berbagai media. Sempat membuat lukisan untuk kartu ucapan, Medi sempat melukis di atas kaca dan piring.
“Saya bisa dapat cari tambahan uang. Bahkan untuk uang sekolah dari jual kartu Lebaran. Kartu Lebaran (dijual) sekitar Rp250 per lembar. Selama Lebaran bisa jual sekitar 150 lembar. Harga celana jeans Lea masih Rp 15 ribu. Itu bangga bisa beli celana dari jual kartu Lebaran.”
Dikenal sering mengambil tema Candi Borobudur sebagai objek lukisan, Medi kemudian didorong secara spesifik menjadi pelukis objek kepala Budha. “Di galeri didukung melukis spesialis kepala Budha. Sampai sekarang saya dikenal ‘Easting Medi pelukis spesialis kepala Budha’.”