SuaraJawaTengah.id - Beredar video soal hasil tangkapan nelayan dekat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Batang Jawa Tengah. Mereka mengeluh lantaran hasil tangkapan melaut banyak menemukan batu bara yang tersangkut di jaring para nelayan.
Melalui video yang diunggah di akun instagram @greenpeaceid, terdapat beberapa nelayan di Roban, Batang Jateng mengaku sudah sejak 17 Desember menemukan spesies baru saat mencari ikan di laut. Spesies baru yang dimaksud ialah batu baru.
"Inilah batu bara PLTU batang yang terkena payangnya atau jaring nelayan, ini banyak," kata nelayan yang mengenakan kaos berwarna ungu tersebut.
Di dalam video itu dipaparkan bahwasanya para nelayan kewalahan dengan tersangkutnya batu bara di jaringnya. Hal itu dikarenakan jaring bertambah berat dan terpaksa para nelayan harus meminta bantuan kepada nelayan lainnya.
Baca Juga:Polisi Tangkap 6 Nelayan di Aceh, Diduga Rusak Lingkungan
Selain itu, nelayan juga merasa resah dengan potensi hasil tangkapan yang berkurang. Kemudian ekosistem laut pun terancam kerusakan serta biaya melaut bertambah akibat jaring yang rusak.
![Nelayan menunjukan batu bara yang didapatkan saat menangkap ikan. (Instagram/@greenpeaceid)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/12/21/64096-nelayan-batang-batu-bara.jpg)
Ternyata permasalah tersebut bukan pertama kalinya yang harus dihadapi para nelayan di Batang. Dua tahun lalu terdapat limbah kontruksi pembangunan PLTU yang dibuang sembarangan ke laut membuat alat tangkap para nelayan rusak.
"Sekarang malah nelayan juga dilarang melaut dekat PLTU. Kalau ketahuan alat tangkap bisa disita dan diancam denda," jelasnya.
Tidak hanya dilaut, keresehan adanya pembangunan PLTU tersebut juga mengakibatkan perampasan lahan pertanian yang menimbulkan banyak penolakan dari warga setempat.
"Belum beroperasi saja sudah bikin kerusakan di mana-mana, gimana nanti kalau sudah beroperasi," ujarnya.
Baca Juga:Pemuda Deli Serdang yang Jatuh ke Sungai dan Hilang Ditemukan Tak Bernyawa
PLTU Btang yang dimiliki oleh perusahaan batu bara Adaro ini digadang-gadang akan jadi PLTU terbesar se-Asia Tenggara. Proyek yang pertama kali diresmikan oleh Presiden Joko Widodo tahun 2015 ini diduga memiliki banyak masalah lingkungan dan sosial sejak awal.
"Mulai dari perubahan zona konservasi yang digeser demi mengakomodir lokasi PLTU, perampasan lahan pertanian warga, hingga kriminalisasi para penolaknya," ucapnya.
Video yang diposting sejak Minggu (20/12/2020) malam itu mendapat komentar yang beragam dari warganet.
Salah satu warganet ada yang menyebut peraturan dalam pembuatan PLTU itu sebenarnya sudah bagus. Namun disayangkan di lapangan kerap terdapat pihak yang tidak bertanggungjawab.
"Puing bekas kontruksi yang dibuang ke laut? kajian AMDAL nya gimana ya. Peraturan sebetulnya sudah bagus tapi penegakannnya yang sering di akali pihak-pihak tak bertanggung jawab. Demi allah semua akan diminta pertanggungjawabannya, atas nama-nama yang tergusur, nelayan yang terdampak, keluarga yang melarat," ungkap akun instagram @fikri_muhammadn.
Bahkan ada juga warganet yang mengatakan dampak adanya PLTU berpengaruh besar terhadap hasil tangkapan nelayan di laut.
"Betul di Jepara jga begitu, hasil laut sekarang tidak seperti dulu lagi," kata akun instagram @amaliary.
Sementara itu, ada juga beberapa warganet yang kebingungan harus membela yang mana lantaran adanya PLTU juga bisa menerangi kampung di wilayahnya.
"Serba salah. Ada pltu resiko perikanan terancam. Tanpa pltu, hidup tanpa penerangan listrik," tulis akun instagram @mauza.alfarisi.
"Gw bingung ama diri sendiri. Mau protes tapi listrik masih ngandelin PLN," tandas akun instagram @rio.asn.
Reporter: Fitroh Nurikhsan