SuaraJawaTengah.id - Sebuah rumah petak di RT 09 RW X Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal ramai oleh sejumlah anak, Selasa (22/12/2020).
Ada yang sedang asyik menekuni sebuah buku, menulis, dan mewarnai gambar. Sesekali di antara mereka bertengkar karena memperebutkan sesuatu layaknya anak-anak pada umumnya.
Rumah tersebut berjarak sekitar 200 meter dari Pelabuhan Tegal. Di dalamnya hanya ada satu kamar tidur. Rumah ini ditinggali oleh Riyani. Sehari-hari, perempuan 47 tahun itu mencari barang-barang rongsok untuk dikumpulkan dan dijual.
Penghasilannya yang tak seberapa dan tak menentu dari memulung digunakan Riyani untuk kebutuhan sehari-hari bersama empat anaknya. Dua di antaranya masih bersekolah di SD dan SMP.
Baca Juga:Hari Ibu: Berikut 5 Fakta Menakjubkan yang Hanya Dimiliki Seorang Ibu
Di tengah hidupnya yang terbilang sulit, Riyani masih memiliki kepedulian terhadap anak-anak di sekitar tempat tinggalnya. Dia mendirikan rumah baca agar mereka bisa mendapat pengetahuan dari buku-buku yang disediakannya.
Rumah baca yang diberi nama Buku Baca Hati Nurani tersebut sudah didirikan Riyani sejak 14 Maret 2019 lalu, namun sempat berhenti dan dibuka kembali kembali sejak 14 Desember 2020.
"Saya beri nama Buku Baca Hati Nurani karena menurut saya semua orang memilik hati, tapi belum tentu memiliki nurani," kata Riyani saat ditemui Suara.com, Selasa (22/12/2020).
Di rumah baca tersebut, setiap hari anak-anak di lingkungan tempat tinggal Riyani bisa bermain sembari membaca, menulis, maupun mewarnai. Mereka ada yang bersekolah, ada yang tidak. Jika ada di antara mereka yang menemui kesulitan, Riyani dengan sigap mengajari.
"Di masa pandemi ini, anak-anak kan lama ya tidak ke sekolah karena sekolahnya online. Ternyata mereka jenuh dan membutuhkan tempat untuk bisa bermain dan belajar. Jadi mereka sering datang ke sini, mau minjam buku, mau baca buku," ungkap Riyani.
Baca Juga:5 Vaksin untuk Perempuan, Bisa Jadi Inspirasi Kado Hari Ibu
Riyani mendirikan rumah baca dengan modal semangat dan kecintaannya pada buku dan menulis puisi. Buku-buku dan alat tulis yang disediakan di rumah baca ia dapatkan dari memulung.
"Buku-bukunya saya dapat dari rongsokan. Kalau nemu buku atau alat tulis yang masih bisa dimanfaatkan, saya bawa pulang. Jadi ya jumlahnya seadanya, makanya kadang anak-anak berebut buku atau alat tulis," ujarnya.
Riyani mengelola rumah baca di sela mencari barang rongsok di tempat pembuangan sampah. Pekerjaan itu sudah dilakoninya sejak 2005 karena harus membesarkan anak-anaknya sendirian usai sang suami tak bertanggungjawab dan kemudian bercerai.
"Waktu pertama memulung baru punya anak tiga. Waktu itu saya bingung mau kerja apa. Mau mengemis saya tidak punya mental untuk mengemis, akhirnya memulung. Anak yang kecil kadang saya ajak memulung juga,” tuturnya.
Dari menjual barang-barang rongsok yang didapat di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ke pengepul, Riyani biasanya bisa memperoleh uang Rp300 ribu dalam sepekan. Namun sejak pandemi Covid-19 merebak, penghasilannya hanya Rp100 ribu dalam sebulan karena harga rongsok anjlok. Belakangan ini, penghasilannya kian berkurang.
"Dulu biasa memulung sampai jam 12 malam. Sekarang sudah mulai mengurangi karena kondisi saya yang sudah tua, kemudian kondisi pandemi dan musim hujan. Memulungnya juga tidak bisa lagi jauh-jauh. Jadi dapatnya lebih sedikit, dalam seminggu dapatnya kurang dari Rp50 ribu," ucapnya.
Untungnya, dua di antaranya empat anaknya sudah bekerja setelah lulus SMK. Anak pertama yang berusia 22 tahun berjualan kopi, sedangkan anak kedua yang berusia 18 tahun bekerja di kedai kopi.
Hal itu disyukuri Riyani. Setidaknya keduanya sudah mulai mandiri dan penghasilannya bisa membantu mencukupi kebutuhan sehari-hari meski tak besar.
"Kita itu hidup tidak bisa normal seperti yang lain. Kadang makan sehari satu kali," ujar Riyani.
Kontributor : F Firdaus