Tak hanya bangunannya yang masih asli, kelenteng Tek Hay Kiong juga memiliki gamelan pusaka bernama Kiai Naga Mulya. Seperti bangunan kelenteng, gamelan ini juga sudah berusia ratusan tahun. "Gamelannya dibuat tahun 1860 kalau tidak salah. Dibuat di Purworejo," ujar Chen Li.
Chen Li mengatakan, gamelan tersebut disimpan di ruangan khusus di dalam kelenteng yang dikunci. Sebagai gamelan pusaka, gamelan ini tidak bisa sembarangan dikeluarkan dan dimainkan.
"Kalau mau dikeluarkan untuk dipentaskan harus ada ritual dulu. Setelah ritual dilakukan pembersihan. Setelah pembersihan dilakukan ritual lagi sebelum dipentaskan. Setelah dipentaskan, ada pembersihan lagi dan ritual sebelum ruangan tempat menyimpan ditutup," ujarnya.
Ritual yang dilakukan tersebut sama dengan ritual yang biasa dilakukan di kalangan orang Jawa, lengkap menggunakan sesajen seperti nasi liwet, kemenyan, dan kembang telon.
Baca Juga:Gulung Tikar, Pengusaha Warteg Ramai-ramai Pulang Kampung
Terakhir kali, gamelan Kiai Naga Mulya dikeluarkan dan dimainkan untuk pagelaran pada 2017 lalu saat ulang tahun ke-180 kelenteng dihitung dari renovasi total pada 1837. Saat itu, gamelan memainkan lagu-lagu Jawa untuk mengiringi pentas wayang dalang Ki Anton Surono.
"Dulu dalang Enthus (Ki Enthus Susmono, dalang dan mantan Bupati Tegal) tahun 2012 sempat ngomong ingin main gamelan pusaka ini, tapi dewa di sini tidak berkenan mempagelarkan. Baru berkenan 2017, dan siapa saja yang mau memainkan ditanyakan, termasuk lagunya. Lagunya lagu Jawa," cerita Chen Li.
Menurut Chen Li yang juga pemuka agama Thao, keberadaan gamelan di kelenteng karena pengurus kelenteng pada awal-awal berdirinya kelenteng menggemari budaya Jawa yang menjadi budaya mayoritas warga Tegal.
"Pengurus waktu itu dulu banyak menggemari budaya rakyat, di antaranya gamelan. Sering dipagelarkan di kelenteng pada jaman dulu," sebutnya.
Sejarawan Pantura, Wijanarto mengatakan, keberadan gamelan di Kelenteng Tek Hay Kiong merupakan bukti akulturasi sekaligus asimilasi budaya di Tegal.
Baca Juga:Naik 2 Kali Lipat karena Covid, 190 Orang Dimakamkan Setiap Hari di Jakarta
"Gamelan itu merupakan persembahan untuk menghormati tradisi Jawa. Selain gamelan, di Kelenteng Tek Hay Kiong juga ada sajen khas orang Jawa," ujarnya kepada Suara.com, Jumat (29/1/2021).
Menurut Wijanarto, tradisi Jawa juga tercermin dalam tradisi kirab membawa patung dewa-dewa yang ada di Kelenteng Tek Hay Kiong ke pantai sekaligus untuk dilakukan ritual peribadatan setiap perayaan Cap Go Meh.
"Kelenteng Tek Hay Kiong merupakan kelenteng yang menghormati dewa laut. Berbeda dengan kelenteng di Losari, Brebes yang menghormati dewa bumi. Tradisi membawa patung dewa ke laut untuk dijamas setiap peryaaan cap Go Meh itu sama dengan tradisi sedekah laut di kalangan orang Jawa," ujar Wijanarto.
Kontributor : F Firdaus