SuaraJawaTengah.id - Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini, membuka kafe yang dikelola oleh penyandang disabilitas.
Selain sebagai terapi, kafe yang diberi nama D’Tel juga menjadi sarana belajar bagi para penyandang disabilitas untuk membuka usaha mandiri.
Dwi Cahyono, pendamping disabilitas intelektual di BBRSPDI mengaku harus sabar mengajarkan bermacam menu kopi. “Harus intens mengulang satu menu kopi,” kata Dwi Cahyono, Jumat (5/3/2021).
Menurut Dwi Cahyono, penyandang disabilitas lebih terampil melakukan kegiatan yang bersifat monoton seperti meracik kopi atau membuat makanan.
Baca Juga:Tanggapi KLB di Sumut, 35 DPC Partai Demokrat Se-Jateng Gelar Rakorda
“Kami tidak memberi modul (pelajaran). Kami beri penjelasan, nanti mereka yang catat. Kalau pakai modul mereka nantinya kurang jelas.”
Para penyandang disabilitas intelektual menerima materi dari mulai dasar memahami jenis kopi, gramasi, hingga suhu air saat penyeduhan. Tingkat paling dasar adalah membuat kopi tubruk dan V60.
Peserta kemudian dipilih berdasarkan tingkat kemampuan menerima pelajaran. Secara bertahap mereka akan diajarkan meracik kopi hingga tingkat yang paling sulit yaitu latte art.
Kafe D’Tel (singkatan dari disabilitas intelektual) juga bekerja sama dengan bagian keterampilan tata boga untuk memasarkan produk kue dan makanan. “Keuntungan berapa nanti anak dikasih gaji dari situ.”
Menurut Dwi Cahyono, Kafe D’Tel buka mulai Maret tahun 2020. Tapi karena keburu dihadang pandemi Covid-19, kafe tutup satu tahun dan baru buka kembali Februari kemarin.
Baca Juga:Prostitusi Online di Solo Tarifnya Jutaan, Terima Jasa Threesome
"Sudah buka lama sebelum pandemi. Tapi selama pandemi kami tutup satu tahun. Ini baru satu bulan ini kami merintis lagi cari pelanggan,” kata Dwi Cahyono.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, pihaknya mendorong balai rehabilitasi membuat program pemberdayaan bagi para penyandang disabilitas.
Sebelum membuka Sentra Kreasi Atensi di Balai Besar Disabilitas Kartini di Temanggung, Kementerian Sosial juga membuka program pemberdayaan di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Gelandangan dan Pengemis (BRSEGP) Pangudi Luhur di Bekasi, Jawa Barat.
“Ini memang tidak saya tunda-tunda Pak Gubernur. Saya yakin dengan segera dibuka, para saudara-saudara kita yang disabilitas bisa segera mendapatkan manfaatnya,” kata Risma saat membuka Sentra Kreasi Atensi, Balai Besar Disabilitas Kartini.
Nantinya, penerima manfaat dari balai rehabilitas tidak hanya diarahkan membuat kerajinan handycraft maupun batik ciprat. Tapi mulai dikembangkan ke laundry, kafe, dan ternak ayam petelor.
Risma berharap dengan produksi telur ayam sendiri, harganya menjadi lebih murah sehingga terjangkau keluarga kurang mampu terutama penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
“Harga bisa ditekan, kalau di luar harga Rp18.500 kita hanya jual Rp18 ribu. Kami ajari juga hidroponik. Di balai yang lahannya masih luas, kami ajari menanam porang. Ini bisa membantu meningkatkan kesejahteraan mereka,” ujar Risma.
Menurut Risma untuk memudahkan mobilitas penyandang disabilitas, Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Dr Soeharso, Solo mendapat instruksi membuat 300 kursi roda elektrik.
“Saya minta (balai rehabilitasi) yang di Cobinong untuk membuat sepeda motor roda 3. Harapannya saudara kita disabilitas yang menggunakan kursi roda bisa mendapat aksesibilitas yang lebih baik.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi