SuaraJawaTengah.id - Sehari sebelum Lebaran jalan penghubung Kabupaten Magelang-Purworejo ramai dilalui kendaraan. Sejumlah tanjakan di ruas jalan ini rawan kecelakaan.
Kecelakaan sering terjadi terutama di kawasan perbatasan Kecamatan Salaman (Magelang) dengan Kecamatan Bener (Kabupaten Purworejo). Selain curam, jarak tanjakan di ruas jalan ini tergolong panjang.
Kecelakaan fatal terakhir terjadi pada 8 April 2021 yang menyebabkan satu korban meninggal dan belasan lainnya luka-luka. Kecelakaan disebabkan truk kontainer yang mengalami rem blong sehingga menabrak truk dan kendaraan pribadi.
Selain kondisi jalan yang menanjak dan berliku, banyak orang mengaitkan kecelakaan di ruas jalan Magelang-Purworejo dengan mitos-mitos. Salah satunya, mitos makam Ki Angkong di Dusun Sabrang, Desa Margoyoso, Magelang.
Baca Juga:Kritik Sekolah Online, Ini Potret Anak-anak Belajar di Tepi Sungai Progo
Penduduk setempat meyakini, sopir akan selamat melalui tanjakan jika melempar uang ke makam Ki Angkong yang berada di tepi jalan.
“Mulai dari nenek moyang kami sudah ada kepercayaan dari pengguna jalan untuk buang uang. Untuk mencari keselamatan disitu. Entah naik atau turun ke arah Purworejo maupun Magelang,” kata Kepala Dusun Sabrang, Zarkoni, Rabu (12/5/2021).
Menurut Zarkoni yang juga sesepuh Desa Margoyoso, Ki Angkong adalah sebutan untuk Kiai Ahwan. Konon kiai yang berasal dari Yogyakarta ini dimakamkan di bawah pohon beringin di tepi jalan tersebut.
Makam Kiai Ahwan yang berada tepat di kaki pohon beringi tak lagi dapat dikenali. Nisannya sudah tidak utuh dan dibelit akar pohon beringin sebesar lengan pria dewasa.
Selain makam Kiai Ahwan, di bawah pohon beringi itu terdapat juga belasan makam lainnya yang juga sudah berumur tua. “Bukan makam umum. Kalau yang saya ingat itu namanya Kiai Ahwan. Kiai Ahwan itu aslinya dari Yogyakarta. Dari Keraton,” ujar Zarkoni.
Baca Juga:Sensasi Ngabuburit di Masjid Kabah Kampung Wisata Kota Magelang
Dari arah Magelang, lokasi kompleks makam kuno ini berada di kanan jalan. Makam dengan nisan merah muda tampak mencolok sebagai penanda lokasi.
Setelah lokasi makam, kita akan menemui jalan menurun dengan tikungan tajam di ujungnya. Menurut Zarkoni, banyak kendaraan terlibat kecelakaan di lokasi ini.
“Disitu jalan cuma satu. Dulu kalau orang lewat belum buang uang, jalannya terlihat dua. Yang ke kanan itu jalan asli dan yang ke kiri kelihatannya jalan padahal jurang. Dalam jurang itu sekitar 25 meter lebih. Sering sekali jatuh ke situ.”
Di ujung turunan sekarang dipasang pembatas jalan dari beton setinggi pinggang orang dewasa untuk mencegah kendaraan masuk jurang. Meski begitu, kecelakaan masih kerap terjadi.
“Sekarang masih sering terjadi mobil nyelonong, tapi terhalang beton pengaman itu. Mungkin satu minggu, 1 atau 2 kali kecelakaan pasti ada,” kata Zarkoni.
Kebiasaan pengendara membuang uang ke kompleks makam dimanfaatkan warga sekitar. Warga biasanya menyisir tepi jalan mencari uang yang dibuang para sopir.
Kasiati warga Dusun Sabrang mengaku hampir tiap hari ke lokasi makam untuk mencari uang. Menurut Kasiati, uang yang dipungut dari tempat ini jumlahnya tidak pasti.
“Nggak pasti uangnya. Biasanya sopir-sopir truk yang suka membuang uang. Kebanyakan koin receh Rp1.000. Saya biasa datang sore, nunggu sampe jam 5,” kata Kasiati.
Menurut Kasiati ada kepercayaan bahwa hanya warga Desa Margoyoso yang boleh memungut uang dari lokasi makam. Pernah suatu kali Kasiati mengajak temannya dari luar desa untuk ikut mengumpulkan uang, tapi orang itu kemudian sakit.
Terlepas dari mitos-mitos, menjaga stamina dan kelayakan kendaraan menjadi kunci keselamatan di jalan. Sehingga perjalanan anda dan dapat bertemu orang-orang terkasih di kampung halaman.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi