Kritik Sekolah Online, Ini Potret Anak-anak Belajar di Tepi Sungai Progo

Hari ini adalah hari pendidikan nasional, sekolah online masih terus dilakukan di tengah pandemi Covid-19

Budi Arista Romadhoni
Minggu, 02 Mei 2021 | 15:16 WIB
Kritik Sekolah Online, Ini Potret Anak-anak Belajar di Tepi Sungai Progo
Anak-anak belajar di Sekolah Alam Sandal Jepitan Bareng di Desa Sambeng, Borobudur. (Dok. Sandal Jepitan Bareng).

SuaraJawaTengah.id - Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya efektif bisa mencerdaskan anak-anak bangsa. Apalagi dengan Pandemi Covid-19, para siswa dipaksa harus belajar atau melakukan sekolah online

Kisah menarik terjadi menjelang sepuluh hari terakhir Ramadhan, jamaah tarawih di masjid dan mushola mulai sepi. Orang-orang sibuk menyiapkan baju dan ketupat untuk Hari Raya.  

Masjid hanya menyisakan segelintir takmir mengurus takjil dan bocah-bocah yang sibuk menenteng buku. Iya buku. Buku Kegiatan Bulan Ramadhan.

Selama Ramadan, anak-anak ini dapat tugas sekolah tambahan ‘mencatat amal’. Latihan ibadah mereka di bulan Ramadhan akan ditakar berdasarkan cek list puasa, sholat, yang disahkan paraf orang tua dan imam masjid.

Baca Juga:Peninggalan Masjid Kuno di Magelang, Tempat Kumpul Kiai saat Ramadhan

Kesalihan mereka ‘mencatat amal’ itu dilakukan disela kesibukan mengerjakan tugas online dari sekolah yang bejibun banyaknya. Soal sub tema ini dan itu, pembahasan materi yang satu dan lainnya.   

“Program daring bener-bener tidak efektif. Kami mendapati anak-anak sekarang daripada belajar daring sama ‘belajar’ game online, lebih dimaksimalkan game online-nya,” kata Founder Sendal Jepitan Bareng, Budi Irawanto.

Menurut Budi, belajar daring menghilangkan pengalaman interaksi murid dengan teman sebaya. “Dia hanya duduk main HP. Nggak ada tegur sapa. Itu yang berbahaya.”

Menyerahkan tugas mengajar pada orang tua yang nol ilmu pengajaran, berimplikasi pada metode belajar yang salah. Belum lagi kondisi psikis orang tua yang cenderung di bawah tekanan ekonomi akibat pandemi.

“Bahasa orang tua yang seharusnya tidak didengar anak, keluar saat jenuh harus ikut mengajar. Padahal orang tua juga sudah sibuk mengurus pekerjaan,” ujar Budi saat ditemui SuaraJawaTengah.id, Minggu (2/5/2021).

Baca Juga:Jemunak, Kuliner Berbuka yang Limited Edition Khas Kabupaten Magelang

Budi tidak sepenuhnya membenarkan tindakan menyediakan sarana wifi untuk membantu anak-anak sekolah belajar online. Menurut dia, 90 persen penggunaan sarana internet gratis disalahgunakan anak untuk main game atau menjelajah media sosial.   

“Nggak bisa seperti itu. Kalau nggak ada pendampingan nggak akan bisa. Eman-eman malahan wifii mu, saya bilang begitu.”

Selama 2 jam belajar, anak-anak sama sekali dilarang memegang telepon genggam. Ternyata mereka dapat asik bermain bersama teman-teman dan relawan.

Situasi itu yang kemudian mendorong Budi Irawanto bersama sekitar 20 relawan menjalankan “Sekolah Alam Sandal Jepitan Bareng” di Desa Sambeng, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.

Sekolah yang digelar di tepi Kali Progo itu diikuti 44 anak warga sekitar. Karena bukan sekolah formal, rentang usia peserta didik juga beragam dari balita hingga siswa kelas 6 sekolah dasar.

Materi belajar antara lain soal budi pekerti, empati terhadap orang lain, dan merangsang kreatifitas. Semua pembelajaran dikemas dalam suasana santai lewat atraksi sulap, pantomime, dan permainan tradisional.

“Alasan di tempat terbuka itu karena asik. Kita fresh. Anak-anak kami edukasi dimana tidak ada sekat. Tidak ada batasan ruang. Tidak lagi belajar di kotak yang namanya ruangan atau kelas,” kata Budi.

Pada pembelajaran perdana, Jumat (30/4/2021), para relawan menyisipkan pelajaran mengaji dan tausiah. “Kami ngajari anak-anak bagaimana bisa berbagi. Bahwa segala sesuatu itu ada berkat pertolongan Tuhan.”  

Sekolah Alam Sandal Jepitan Bareng didukung oleh para orang tua. Mereka bergotong royong membuat meja dan kursi dari kayu serta bambu yang didapat secara swadaya.

Budi sedang merencanakan sekolah serupa dapat digelar di tempat-tempat lainnya. “Sekarang ilmu yang masuk ke anak itu minim sekali (akibat sekolah online). Karena tidak ada pendampingan. Padahal di dunia ini tidak hanya yang terbaik yang dibutuhkan, kepedulian juga dibutuhkan,” pungkas Budi.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini