SuaraJawaTengah.id - Tak pernah terpikirkan oleh Tarko (45) yang sebelumnya berprofesi sebagai supir angkutan kota, kini harus terjun langsung bersinggungan dengan warga Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, dengan suspek Covid-19. Memang profesi sebagai supir angkot pada masa pandemi bukanlah sesuatu yang menjanjikan. Oleh sebabnya, statusnya sebagai supir angkot terpaksa ia tanggalkan.
Sebenarnya peliknya profesi supir angkot telah dirasakan sejak berkembangnya aplikasi transportasi berbasis digital. Namun pandemi Covid-19 benar-benar "membunuhnya" secara utuh.
Sebelum pandemi, Tarko sebenarnya masih bisa mengejar setoran hingga Rp 120 ribu perhari kepada juragannya. Memasuki massa pandemi, pendapatan tiap harinya merosot hingga 0 rupiah.
Hal inilah yang membuat Tarko harus memutar otak mencari jalan lain dalam menjemput rejeki. Pada saat narik trayek angkot, ia memiliki hobi mencari ikan dengan jala. Tapi kini, justru dari jala tersebut ia melanjutkan hidup mencari pundi rupiah. Kebetulan 2 km ke arah timur dari rumahnya melintas Sungai Banjaran, tempat sumber penghidupannya saat ini.
Baca Juga:Ritual Memohon Pandemi Covid-19 Segera Berakhir di Bali
Lima bulan sebelum ini, ia masih narik trayek angkot. Namun bagaikan sekadar cari angin, dalam sehari paling banyak ia mendapat sepuluh penumpang. Sekali waktu bahkan ia pernah dimintai pertolongan membantu ibu yang tengah hamil tua saat sedang narik angkot.
"Itu waktu sebelum pandemi, ada ibu muda yang mau melahirkan. Awalnya dia naik becak tapi karena sudah tidak kuat kemudian memberhentikan angkot saya. Ya akhirnya saya naikkan, eh malah akhirnya lahiran di angkot sebelum sampai rumah sakit. Itu saya akhirnya yang membantu persalinan di angkot. Bayinya keluar dan saya suruh ibu itu untuk menggendong. Terus saya ngebut ke Rumah Sakit," katanya kepada Suara.com, di kediamannya Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (7/8/2021).
Pada saat di jalan menuju RS, ada satu peristiwa yang tidak terlupakan, karena saking paniknya, ia hampir menabrak sepeda motor hingga pengendara itu meludah pas kena mukanya. Tapi tak ia hiraukan. Sampai akhirnya dikejar hingga IGD.
"Nah pas pengendara itu melihat tangan saya berlumuran darah, ia malah bersujud di lutut saya sambil meminta maaf," jelasnya.
Kelembutan hatinya, sudah terbentuk jauh saat ia bekerja sebagai supir pribadi seorang dokter yang bertugas di RS Margono Soekarjo pada periode 2002-2012. Namun tugasnya menjadi supir pribadi akhirnya tergantikan karena ia menderita sakit batu empedu.
Baca Juga:Jumlah Kematian Pasien Covid-19 yang Belum Divaksinasi 3 Kali Lebih Besar
"Nah dari situ kemudian saya memulai pekerjaan sebagai supir angkot dengan trayek Pasar Cermai - Melung. Hingga akhirnya ada Covid-19 masuk ke Indonesia pemasukan saya merosot jauh," terangnya.