Kisah Tarko, Ubah Fungsi Angkot Jadi Ambulans Desa untuk Pasien Covid-19

Tarko terpaksa menghentikan angkotnya karena pandemi, namun dia kini menjadi relawan, dengan mengubah fungsi angkot menjadi ambulans pasien Covid-19

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 07 Agustus 2021 | 18:50 WIB
Kisah Tarko, Ubah Fungsi Angkot Jadi Ambulans Desa untuk Pasien Covid-19
Tarko, seorang supir angkot yang menjadi relawan Covid-19 tingkat desa bersama ambulans dadakan di kediamannya Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (7/8/2021). [Suara.com/Anang Firmansyah]

SuaraJawaTengah.id - Tak pernah terpikirkan oleh Tarko (45) yang sebelumnya berprofesi sebagai supir angkutan kota, kini harus terjun langsung bersinggungan dengan warga Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, dengan suspek Covid-19. Memang profesi sebagai supir angkot pada masa pandemi bukanlah sesuatu yang menjanjikan. Oleh sebabnya, statusnya sebagai supir angkot terpaksa ia tanggalkan.

Sebenarnya peliknya profesi supir angkot telah dirasakan sejak berkembangnya aplikasi transportasi berbasis digital. Namun pandemi Covid-19 benar-benar "membunuhnya" secara utuh.

Sebelum pandemi, Tarko sebenarnya masih bisa mengejar setoran hingga Rp 120 ribu perhari kepada juragannya. Memasuki massa pandemi, pendapatan tiap harinya merosot hingga 0 rupiah.

Hal inilah yang membuat Tarko harus memutar otak mencari jalan lain dalam menjemput rejeki. Pada saat narik trayek angkot, ia memiliki hobi mencari ikan dengan jala. Tapi kini, justru dari jala tersebut ia melanjutkan hidup mencari pundi rupiah. Kebetulan 2 km ke arah timur dari rumahnya melintas Sungai Banjaran, tempat sumber penghidupannya saat ini.

Baca Juga:Ritual Memohon Pandemi Covid-19 Segera Berakhir di Bali

Lima bulan sebelum ini, ia masih narik trayek angkot. Namun bagaikan sekadar cari angin, dalam sehari paling banyak ia mendapat sepuluh penumpang. Sekali waktu bahkan ia pernah dimintai pertolongan membantu ibu yang tengah hamil tua saat sedang narik angkot.

"Itu waktu sebelum pandemi, ada ibu muda yang mau melahirkan. Awalnya dia naik becak tapi karena sudah tidak kuat kemudian memberhentikan angkot saya. Ya akhirnya saya naikkan, eh malah akhirnya lahiran di angkot sebelum sampai rumah sakit. Itu saya akhirnya yang membantu persalinan di angkot. Bayinya keluar dan saya suruh ibu itu untuk menggendong. Terus saya ngebut ke Rumah Sakit," katanya kepada Suara.com, di kediamannya Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (7/8/2021).

Pada saat di jalan menuju RS, ada satu peristiwa yang tidak terlupakan, karena saking paniknya, ia hampir menabrak sepeda motor hingga pengendara itu meludah pas kena mukanya. Tapi tak ia hiraukan. Sampai akhirnya dikejar hingga IGD.

"Nah pas pengendara itu melihat tangan saya berlumuran darah, ia malah bersujud di lutut saya sambil meminta maaf," jelasnya.

Kelembutan hatinya, sudah terbentuk jauh saat ia bekerja sebagai supir pribadi seorang dokter yang bertugas di RS Margono Soekarjo pada periode 2002-2012. Namun tugasnya menjadi supir pribadi akhirnya tergantikan karena ia menderita sakit batu empedu.

Baca Juga:Jumlah Kematian Pasien Covid-19 yang Belum Divaksinasi 3 Kali Lebih Besar

"Nah dari situ kemudian saya memulai pekerjaan sebagai supir angkot dengan trayek Pasar Cermai - Melung. Hingga akhirnya ada Covid-19 masuk ke Indonesia pemasukan saya merosot jauh," terangnya.

Dari situlah, ia memantapkan diri membantu warga desanya yang akan berobat atau menjalani test swab di puskesmas karena suspek Covid-19. Tentu ada rasa kekhawatiran tersendiri. Bukan tanpa sebab, karena istrinya memiliki riwayat penyakit asma.

"Saya tidak begitu memikirkan jika saya terkena. Tapi jika saya kena dan menulari keluarga saya itu yang saya khawatirkan. Makanya saya putuskan untuk gabung menjadi relawan Covid-19 tingkat desa. Karena saya mendapat jaminan APD. Lain halnya jika saya berjalan sendiri, saya hanya ada masker saja," lanjutnya.

Ia resmi gabung menjadi relawan Covid-19 desa sejak awal Bulan Juli lalu. Dalam seminggu paling tidak, "ambulans dadakan" beroperasi sebanyak 4 kali. Hal itu karena meledaknya kasus Covid-19 secara nasional. Tak terkecuali di desanya.

"Dalam minggu ini saja saya sudah sekitar 4 kali jalan. Ada yang saya antar ke Rumah Karantina, ada juga yang ke Puskesmas untuk test swab. Terus saya juga ngantar warga untuk vaksin. Semuanya gratis tidak saya tarik tarif. Itung-itung manasi angkot," ucapnya.

Ia sebenarnya sudah ada niatan untuk mengembalikan angkot ini ke juragannya. Tapi ditolak dengan alasan angkot tetap harus dipanasi meski sudah tidak narik. Karena mesin mobil jika berhenti lama akan rusak dengan sendirinya.

"Makanya itu, saya ke desa hanya meminta uang untuk bensin saja. Saya tidak meminta uang untuk jasa. Ya meski orang kecil kan tetap harus saling bantu. Bukan hanya orang besar saja yang bisa memberikan bantuan. Tapi saya hanya bisa bantu semampu saya," ungkapnya.

Tiap selesai mengantarkan warganya test swab, ia selalu menyemprot cairan disinfektan yang didapat dari desa. Hal ini untuk memberikan rasa aman untuk dirinya dan warga lain yang akan menaiki ambulans dadakan.

"Setelah itu mau kotor atau tidak mobil pasti saya cuci sore hari. Jadi biar benar-benar bersih dari virus," katanya.

Tarko, seorang supir angkot yang menjadi relawan Covid-19 tingkat desa bersama ambulans dadakan di kediamannya Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (7/8/2021). Suara.com/Anang Firmansyah
Tarko, seorang supir angkot yang menjadi relawan Covid-19 tingkat desa bersama ambulans dadakan di kediamannya Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Sabtu (7/8/2021). Suara.com/Anang Firmansyah

Saat ini, penghasilan utama Tarko dengan membantu istri berjualan jajanan pasar pada pagi hari. Setelah itu ia gunakan untuk menjala ikan di Sungai Banjaran hingga pukul 14.00 WIB siang. Dalam sehari ia bisa menjual ikan hasil tangkapannya dengan harga Rp 50 ribu.

Sementara itu, Kaur Perencanaan Desa Karangnangka, Krisna Mahardika menceritakan awal mula ide ambulans dadakan ini tercetus. Ia prihatin dengan kondisi penghasilan supir angkot pada saat pandemi seperti ini.

"Saya melihat angkot itu cuma muter dengan penumpang satu atau dua orang. Saya mencoba kemarin kalau misalnya ini sebagai alternatif kendaraan siaga. Kita beri pemahaman kepada masyarakat. Karena saat ini dana desa itu difokuskan untuk penanganan Covid-19," terangnya.

Menurutnya, pengadaan kendaraan mobil sebagai kendaraan operasional pasien Covid-19 nominalnya tidak sedikit. Oleh sebab itu, ide memanfaatkan angkot yang sudah tidak beroperasi ini tercetus.

"Ketika ada masyarakat yang notebene seorang supir angkot, mereka penghasilannya menurun. Makanya kalau misalkan dia dijadikan sebuah media sarana penunjang para penderita Covid-19, ini bisa menjadi tambahan penghasilan buat mereka. Karena jika sudah resmi dirapatkan nanti pemdes jatuhnya akan sewa, tapi supirnya sebagai relawan," lanjutnya.

Pihaknya juga memikirkan keselamatan supir. Oleh sebabnya, pemdes menyediakan APD agar kesehatan supir terjamin. Jadi tidak hanya sekadar mencari relawan saja. Karena kegiatan kemanusiaan ini beresiko tinggi.

"Selama ini masyarakat sangat terbantu dengan adanya pak Tarko ini. Karena ia juga mengantar warga yang akan vaksin. Misal besok ada agenda vaksin di Puskesmas atau dimana, kita fasilitasi masyarakat yang tidak ada kendaraan untuk menaiki angkutan ini. Toh, angkutannya juga sehat. Jadi sambutannya positif," tandasnya.

Hingga saat ini ada 29 warga yang menjalani isolasi mandiri karena terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara jumlah warga yang meninggal dunia sejak awal ada dua pasien dengan penyakit penyerta. Hal inilah yang kemudian mencuri perhatian Gubernur Jawa Tengah, untuk berkunjung langsung ke desa setempat melihat penanganan Covid-19.

Kontributor : Anang Firmansyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini