“Apabila ada panggilan warga yang meninggal Covid, saya siap kapanpun. Bahkan kalau saya lagi pas jualan ada kabar untuk merapat pemakaman, saya langsung ke lokasi,” katanya.
Beruntung istri dan anak Musyafak memahami hal tersebut. Dia bahkan mengajak istrinya Sutiyam (52 tahun) dan anaknya Satria (20 tahun) untuk ikut terlibat menjadi relawan pemakaman Covid.
Sutiyam biasanya membantu tugas-tugas ringan seperti menyemprotkan disinfektan. Sedangkan Satria ikut memanggul peti jenazah hingga menurunkannya ke liang lahat.
“Keluarga saya didik untuk memiliki jiwa sosial kepada orang lain. Apapun bentuknya, kita itu jangan merawa owel (pelit) membantu orang banyak,” ujar Musyafak.
Baca Juga:Menko PMK Sebut Virus Covid-19 Sangat Cerdas, Bikin Orang Pintar Jadi Terlihat "Bodoh"
Sekretaris Lembaga Penanggulangan Bencana Desa (LPBD) Menoreh, Markus Njoto Nugoro mengakui sempat kesulitan mendapatkan APD untuk relawan pemakaman Covid.
Jumlah APD yang disediakan pemerintah desa dan puskesman sangat terbatas, sehingga tidak cukup untuk melayani seluruh pemakaman prokes.
Selain itu, belum seluruhnya relawan mendapat pelatihan pemakaman khusus Covid. “Sebenarnya kami tanpa pelatihan dan pokoknya harus prokes, pakai APD. Belakangan baru ada komunikasi dengan Puskesmas Salaman,” kata Markus Njoto Nugoro.
Menurut Markus, saat ini relawan pemakaman Covid justru kebanyakan berasal dari masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Mereka bekerja di sektor non formal seperti pedagang atau buruh harian.
“Tapi dari orang-orang seperti ini justru kita mendapatkan ketulusan dan kerelaaan mereka untuk menjadi relawan,” ujar Markus.
Baca Juga:Pemprov Sulsel Mulai Tutup Sejumlah Ruangan Pasien Covid-19 di Rumah Sakit
Kontributor : Angga Haksoro Ardi