SuaraJawaTengah.id - Aksi bejat dilakukan seorang pria berinisial ESN (34). Warga asal Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo tegas mencabuli anak kandungnya sendiri berinisial FA.
Dari hasil visum ini korban beberapa kali mengalami tindakan tak senonoh. Untuk memulihkan kondisi psikologis korban, polisi menggandeng psikolog dan memberikan pendampingan secara khusus.
Diwartakan Solopos.com--jaringan Suara.com, Kamis (16/9/2021), aksi bejat ini terjadi saat korban tidur bersama pelaku di malam hari pada 1 September lalu.
“Ibu korban mendapat cerita bahwa korban mengalami pipis darah dan terasa perih,” kata Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setyawan , Kamis (16/9/2021).
Baca Juga:Bejat! Persetubuhan Sedarah Terungkap, Korban Sampai Pergi Meninggalkan Rumah
Selain mengeluhkan sakit bagian kemaluan, korban juga mengalami pipis berdarah. Lantaran khawatir dengan cucunya, sang nenek menyampaikan keluhan tersebut ke ibu kandungnya.
Setelah itu, ibu korban bertanya langsung mengenai kebenaran cerita dari sang nenek tersebut. Di hadapan ibunya, korban bercerita kemaluannya terasa perih dan mengalami pipis berdarah.
Atas kondisi ini ibunya memeriksakan korban ke RS PKU Muhammadiyah Solo.
“Dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya bekas sperma pada celana dalam korban. Ibu korban kemudian melaporkan ke Polres Sukoharjo,” kata Kapolres.
Aparat kepolisian melalui Unit PPA Satreskrim Polres Sukoharjo melakukan penyelidikan dan meminta keterangan saksi. Salah satunya keterangan pelaku yang tidak lain bapak korban. Dalam keterangannya pelaku mengakui melakukan persetubuhan.
Baca Juga:Duh! Gadis 14 Tahun di Banyumas Jadi Korban Pencabulan, Pelakunya Ayah dan Kakak Kandung
Modus pelaku melakukan persetubuhan adalah berhalusinasi saat tidur.
“Pelaku ngakunya mimpi bersetubuh dengan istrinya. Padahal pelaku dan istrinya ini sudah dua tahun pisah ranjang meski masih tinggal satu rumah,” tutur Kapolres.
Atas perbuatannya, pelaku kini mendekam ditahanan Mapolres Sukoharjo untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelaku dijerat pasal 81 dan 82 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.