Disebut Kiai Mangrove, Kisah Sururi yang Takut dengan Sosok Presiden Soeharto

Sururi dijuluki sebagai kiai mangrove, namun dari kisahnya ia berjuang menanam mangrove sejak era Presiden Soeharto

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 07 Desember 2021 | 15:09 WIB
Disebut Kiai Mangrove, Kisah Sururi yang Takut dengan Sosok Presiden Soeharto
Ketika Sururi sang Kiai Mangrove memperlihatkan bibit mangrove yang akan dia tanam. [Suara.com/Dafi Yusuf]

SuaraJawaTengah.id - Suara angin berhembus keras merontokan dedauan mangrove yang sudah ditanam Sururi (64) selama bertahun-tahun di Mangunharjo, Tugu, Kota Semarang

Jutaan mangrove tersebut menjadi saksi bisu perjuangan Sururi atau yang akrab dipanggil Kiai Mangrove itu menyelamatkan daerahnya dari terjangan air laut. 

Keresahan membuatnya selalu tergerak untuk menanam mangrove meski tak lagi muda. Setiap hari dia mengunjungi mangrove yang sudah dia tanam. Terlihat, beberapa mangrove juga dia sulam karena mati. 

Pekerjaan menanam mangrove sudah dia lakukan sejak era Presiden Soeharto sampai sekarang. Sejak tahun 1995 dia berusaha menjadi benteng hidup agar perkampungannya tak terkena rob. 

Baca Juga:Inspiratif! Bertani Hidroponik, Pemuda Ini Hasilkan Omzet Jutaan Rupiah Setiap Bulan

"Dulu tak tau mengadu kepada siapa, tau sendiri dulu ada aktor politik yang sangat berkuasa," katanya menggambarkan era Presiden Soeharto saat itu, Selasa (7/12/2021). 

Singkat cerita, perjuangan Sururi menanam mangrove tak sia-sia. Tahun 2004-2005 masyarakat mulai merasakan manfaatnya. Beberapakali komunitas sadar lingkungan mulai terbentuk di Mangunharjo. 

"Namun umurnya tak lama. Akhirnya bubar, yang jadi permasalah soal uang. Pada minta bayaran, saya kan tak punya uang untuk membayar" ucapnya. 

Meski begitu, dia tak menyerah. Menurutnya, menanam mangrove merupakan sebagian dari perilaku yang dianjurkan oleh agama. Akhirnya, dia mengajak keluarga kecilnya untuk menjadi petani mangrove. 

"Kalau saya bilang itu sudah sunah rasul," ucapnya. 

Baca Juga:Aksi 212 Dilarang, Ini Kisah Peserta Jauh-jauh dari Semarang Demi Bisa Berdoa di Jakarta

Kurun waktu tahun 1990-2000, abrasi kawasan Mangunharjo menyebabkan terkikisnya pesisir hingga mengancam permukiman warga. 

Kala itu, jarak antara permukiman hingga bibir pantai tinggal sekitar 500 meter. Selepas dia gencar melakukan penanaman, kini jarak permukiman dengan pesisir kembali terentang jauh sekitar 1,4 kilometer.

"Padahal sebelumnya 1,6 kilometer. Baguslah hampir seperti semula," katanya. 

Tak heran atas kiprahnya tersebut, dia mendapat berbagai julukan. Mulai dari profesor mangrove dan kyai bakau. Meski demikian, dia enggan dipanggil dengan sebutan Kiai Mangrove. 

"Ya saya tak tau ya asal sebutan itu, mungkin setiap menanam mangrove orang-orang tak ajak berdoa," paparnya. 

Jika dia hitung, saat ini dia sudah menanam jutaan mangrove. Karena usianya sudah tak muda, dia mengajari anaknya untuk kelak bisa memperjuangkan mangrove yang telah dia tanam. 

"Anak saya yang laki-laki sekarang baru saya ajarin," katanya.

Selain keluarga, rumah Sururi juga terbilang tak pernah sepi. Akademisi dari dalam maupun luar negeri juga ikut menimba ilmu dengan Sururi dalam hal penanaman mangrove. 

"Saya juga pernah ditangan ke luar negeri," paparnya sambil menunjukan foto dan juga piagam hasil dia mengisi acara. 

Kontributor : Dafi Yusuf

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini