SuaraJawaTengah.id - Tak hadir pada pemanggilan pertama, pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Demak akan dipanggil kedua kalinya oleh polisi soal kasus kekerasan dan pelecehan seksual.
Kasatreskim Polres Demak AKP Agil Widiyas Sampurna mengatakan, pihaknya akan melakukan pemanggilan kedua kepada pengasuh pondok pesantren tersebut.
"Sudah kami agendakan dalam waktu dekat," jelasnya saat ditanya soal pemanggilan kedua kepada pengasuh ponpes tersebut, Selasa (4/1/2021).
Dia menjelaskan, pihaknya sudah melakukan pemanggang pertama kepada pengasuh ponpes tersebut. Namun, saat itu yang datang adalah kuasa hukum terduga pelaku.
Baca Juga:Cegah Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren Terulang, Kemenag Bakal Evaluasi Ustaz
"Sudah pernah dipanggil satu kali," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban dari Rumah Pancasila, Sigit menjelaskan, sejauh ini proses hukum dugaan kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengasuh ponpes tersebut sudah tahap penyidikan.
"Kami akan mengawal kasus sampai persidangan. Sejauh ini sudah tahap penyidikan," ujarnya.
Dia juga merespon soal pemanggilan terduga pelaku beberapa waktu yang lalu. Menurutnya, ketentuan hukum acara pidana sudah diatur mengenai tata cara pemanggilan terhadap Terlapor.
"Bila tidak hadir dalam pemanggilan pemeriksaan berikutnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (1) KUHAP, maka Penyidik dapat menghadapkan Terlapor secara paksa," tegasnya.
Baca Juga:Angka Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia Meningkat Tajam, Kapan RUU PKS Disahkan?
Belakangan viral video perjuangan seorang ayah selama tiga tahun menuntut kepastian hukum karena anaknya diduga dilecehkan oleh kiai pondok pesantren di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Dalam video tersebut terlihat seorang pria menggunakan topi merah, baju hitam dan tas terlihat menggunakan tongkat untuk berjalan kaki dari Kota Semarang menuju Mabes Polri Jakarta.
Video tersebut viral setelah dibagikan akun tiktok @sahabat.relawan beberapa hari yang lalu. Sampai saat ini, postingan tersebut sudah dilihat ribuan orang.
Setelah ditelusuri, pria tersebut merupakan Riko Mamura Putra, warga Kelurahan Kauman, Kota Semarang. Dia adalah orang tua dari korban yang diduga dilecehkan oleh kiai pondok pesantren putrinya.
"Ketika kami laporkan 22 Febuari 2019 hanya taunya kekerasan fisik saja," jelasnya saat dihubungi suara.com.
Setelah korban yang merupakan anak kandungnya itu diperiksa ternyata tak hanya mendapatkan kekeraan fisik namun juga pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pengasuh pondok pesantren.
"Hasil dari pemeriksaan, putri saya disentuh bagian sensitifnya," ujarnya.
Dia mengabarkan, putrinya sudah mondok di tempat kiai tersebut sejak tahun 2015. Saat itu, putrinya adalah satu angkatan pertama. Di tahun yang sama itu, bangunan pondok belum ada. Para santri belajar dan tidur di rumahnya.
"Saya duga pelecahan seksual dan kekerasan itu dilakukan sekitar tahun 2015 - 2016 menjelang akhir," paparnya.
Karena kasus yang dijalani putrinya itu dirasa lambat, dia melakukan salat istikharah. Setelah itu, Riko mantab untuk melakukan aksi jalan kaki dari Semarang menuju Mabes Polri Jakarta.
"Saya tanggal 6 istikharah dan tanggal 7 Desember mantab melakukan perjalanan ke Mabes Polri dengan jalan kaki," katanya.
Namun, setelah sampai Pemalang tiba-tiba ada polisi yang menjemput Rico. Saat itu, Rico dijanjikan kasus yang melibatkan putrinya itu akan segera diproses.
"Setelah itu saya mengiyakan dan ikut pulang ke rumah," paparnya.
Kontributor : Dafi Yusuf