SuaraJawaTengah.id - Sejak subuh, warga Kalikondang, Kabupaten Demak berbondong-bondong ke Sungai Tuntang. Puluhan warga nampak berkumpul di samping sungai yang telah dijaga beberapa orang.
Terlihat dari kejauhan, satu perahu mendekat ke arah warga. Setelah perahu tersebut bersandar, satu persatu warga naik ke perahu tersebut.
"Ayo mbak," teriak laki-laki yang ada di dalam perahu tersebut, Selasa (4/1/2022).
"Iya-iya," jawab sang wanita.
Baca Juga:Nelayan Situbondo Belum Kembali Pulang Sejak Empat Hari Lalu Pamit Melaut
"Bentar mbah ada yang mau ikut juga," kata penumpang saling bersahutan.
Lelaki yang ada di perahu tersebut adalah Mukari (55) pria paruh baya yang sehar-hari membuka jasa penyebarangan mengguakan perahu di Sungai Tuntang, Kabupaten Demak.
Sudah puluhan tahun dia menjual jasa penyebrangan menggunkan perahu tersebut. Bagi warga, perahu milik Mukari adalah transportasi utama karena dianggap bisa mempercepat waktu.
Mukari sudah membuka jasa penyebrangan menggunakan perahu sudah sejak tahun 70-an. Lika-liku sudah dia lalui, mulai perahu rusak hingga perahu tenggelam karena terseret arus banjir Sungai Tuntang.
Pelepah Pisang
Baca Juga:Jadi Korban Pelecehan Seksual, Ustadzah di Demak Trauma Kalau Dengar Suara Pintu
Dibalik usahanya itu, dalam sehari Mukari bisa untuk Rp 1 juta jika saat penumpang ramai, seperti di hari-hari besar.
"Kalau malam takbiran hari raya gitu bisa 1000 lebih," jelasnya saat ditemui di lokasi, Selasa (4/1/2021).
"Saya itu sudah habis perahu 9 sejak awal membuka jasa ini," ujarnya.
Sebelum menggunakan perahu, dia menyebrangkan orang menggunakan pelapah pisang. Saat itu, dia hanya bisa melayani 4 orang sekali jalan. Selain itu, perahu yang terbuat dari pelapah pisang itu juga mudah rusak.
"Dalam seminggu harus ganti,"ujarnya.
Dia membandingkan, dengan menggunakan perahu dari kayu hasilnya lebih banyak. Sekali jalan, bisa muat untuk 15 orang. Hal itu juga berpengaruh terhadap penghasilan yang dia dapat.