SuaraJawaTengah.id - Akses jalan yang biasa dilewati truk pengangkut sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Cunil di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas diblokade warga, Selasa (25/1/2022).
Mereka memblokade jalan menggunakan bambu yang dibentangkan melintang agar truk pengangkut sampah tidak dapat melintas.
Beberapa warga yang memblokade jalan ini mengaku dirugikan karena tanah pribadinya digunakan untuk pelebaran jalan menuju TPA Gunung Cunil tak kunjung dibayarkan. Parahnya lagi, pada saat pelebaran jalan, warga yang memiliki tanah tidak diberitahu terlebih dahulu.
Permasalahan tersebut bermula saat tahun 2020 Pemkab Banyumas menyewa lahan milik warga di Dusun Cunil, Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, untuk dijadikan TPA sementara karena pada saat itu, pemkab tidak memiliki pembuangan sampah akhir hingga sampah menumpuk di wilayah perkotaan.
Baca Juga:Investor Asal China Tertarik Investasi Pengolahan Sampah Jadi Energi Listrik
"Saya sudah keberatan masalah jalan ini. Karena selama dua tahun, saya dipanggil DPU tidak ada realisasi dan kepastian. Saya selalu dijanjikan terus (pembayaran ganti rugi) tanah saya ini," kata Darso (57), salah satu pemilik tanah yang terdampak pelebaran jalan saat ditemui wartawan, Selasa (25/1/2022).
Selama dua tahun itu pula, Darso merasa dirugikan karena masih membayar pajak meski tanahnya sudah digunakan untuk akses jalan menuju TPA Gunung Cunil. Menurut Darso, ada enam warga yang tanahnya terdampak pelebaran jalan dan hingga saat ini belum mendapat ganti rugi dari Pemkab Banyumas.
"Punya saya itu total yang dipakai untuk pelebaran jalan 196 meter. Kalau dalam hitungan ubin berarti ada 14 ubin. Saya tidak tahu sebenarnya mau dibayar berapa, karena belum ada rembug harga tanah sebelum pelebaran jalan," jelasnya.
Ia menuntut agar pemkab membayar ganti rugi atas tanah miliknya yang digunakan untuk pelebaran jalan akses menuju TPA Gunung Cunil. Karena selama ini dirinya merasa hanya dipermainkan saja dengan mengundang ke DPU namun tidak pernah mendapat kepastian nominal dan kapan pembayaran dilakukan.
"Secara umum, saya tidak pernah memrotes keberadaan TPA ini. Sampah bukan urusan saya, yang penting urusannya jalan tanah saya ini. Nominalnya itu tidak ada. Tiba-tiba diaspal dan dilebarin. Kalau misal tidak kunjung dibayar ya tanah akan saya paculi lagi, kembalikan seperti semula," tuturnya.
Baca Juga:Dermaga Makin Sempit, DLH Jogja Berharap Penutupan TPA Piyungan Tak Lebih dari 3 Hari
Darso merasa, selama ini sudah berbaik hati menunggu dua tahun proses ganti rugi atas tanahnya yang digunakan untuk akses pelebaran jalan. Namun nyatanya, pemkab tidak memberikan kepastian kapan tanah tersebut akan dibayarkan.
- 1
- 2