SuaraJawaTengah.id - Keris menjadi benda senjata pusaka yang diyakini oleh masyarakat jawa kuno sebagai simbol adanya kekuatan magis bagi pemilik.
Bahkan hingga kini, sebagian masyarakat jawa masih percaya, senjata keris memiliki daya magis yang perlu disucikan dalam waktu-waktu tertentu dengan berbagai ritual.
Meski lekat dengan kebudayaan jawa, keris rupanya dipercaya memiliki daya magis oleh keturunan tionghoa di Kabupaten Banyumas.
Terbukti dengan adanya altar khusus yang berisikan tiga pusaka keris perwujudan Mbah Kuntjung di Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID) Klenteng Boen Tik Bio Banyumas.
Baca Juga:Jelang Imlek, Pedagang Musiman di Glodok Mulai Jajakan Perlengkapan dan Pernak-pernik
Humas TITD Klenteng Boen Tik Bio, Sobita Nanda menjelaskan keris Mbah Kuntjung sudah ada di klenteng sejak tahun 90 an awal. Konon, sosok Mbah Kuntjung adalah salah satu tokoh yang menjadi panutan masyarakat Banyumas.
"Awal-awal tahun 90 an, mungkin 93-94 itu ada seorang medium dari Jakarta. Pada saat itu masih bangunan klenteng lama. Beliau datang dari Jakarta ada keperluan dengan Kongco Hok Tek Ceng Sin. Setelah urusan selesai komunikasi menggunakan bahasa mandarin, beliau berpamitan. Kebetulan pada saat itu ada beberapa pengurus di klenteng," katanya saat ditemui Suarajawatengah.id, Rabu (26/1/2022).
Setelah urusan dirasa selesai, pada saat akan keluar dari kompleks klenteng, seseorang tersebut secara tiba-tiba kerasukan hal gaib dengan menggunakan bahasa jawa. Padahal, ia berasal dari Jakarta dan tidak bisa berbahasa jawa sama sekali.
"Masuk terus menyampaikan kula nuwun, sehingga Pak Rakam (pengurus klenteng) menjawab monggoh. Terus disiapkan tempat duduk dan ditanya oleh Pak Rakam. Beliau memperkenalkannya diri sebagai Mbah Kuntjung. Ia menyampaikan bahwa selama ratusan tahun membantu Kongco Hok Tek Ceng Sin memberikan jawaban kepada masyarakat Banyumas atau orang-orang yang sembahyang di altar selama ini," jelasnya.
Menurut Sobita, Klenteng Boen Tik Bio Banyumas sudah beroperasi sejak tahun 1960 pada Bulan Juli. Sebelumnya bangunan tersebut digunakan untuk kegiatan sosial budaya Chung Hwa-Chung Hui sejak 1826.
Baca Juga:8 Potret Tradisi Sangjit Seleb Keturunan Tionghoa, Romantis dan Kental Budaya
"Belakangan awal tahun 1900 dikenal dengan adanya THHK (Tiong Hoa Hwee Kwan). Jadi sebenarnya bangunan ini sudah ada sejak lama. Dimana ada komunitas Tionghoa berkumpul disitu pasti ada Chung Hwa-Chung Hui. Bangunan itu untuk tempat berkumpul kegiatan-kegiatan sosial budaya Tionghoa," terangnya.