Ustaz Tionghoa Pendiri Masjid Mirip Klenteng di Magelang, Lakukan Syahadat dan Khitan Diam-diam

Ini ustaz dari keturunan tionghoa dari Magelang, ia menjadi mualaf secara sembunyi-sembunyi

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 01 Februari 2022 | 07:00 WIB
Ustaz Tionghoa Pendiri Masjid Mirip Klenteng di Magelang, Lakukan Syahadat dan Khitan Diam-diam
Ustaz Mahdi pendiri masjid berornamen klenteng di Kota Magelang. Masa kecilnya sempat syahadat dan khitan diam-diam. [suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Lahir di keluarga keturunan Tionghoa beragama Kong Hu Chu, Ustaz Mahdi belajar Islam di usia sangat muda. Bersyahadat dan khitan diam-diam.

Mahdi mengaku kakeknya datang langsung dari daratan Tiongkok. Masuk ke Surabaya, menyelundup tanpa dokumen.

Pada era 1930-an diperkirakan 500 ribu orang Tiongkok pindah ke Hindia Belanda. Dibukanya lahan perkebunan oleh pemerintah kolonial tahun 1860-1890 mendorong migrasi besar-besaran tersebut. 

Keahlian orang Tiongkok dalam hal perdagangan, berkebun, kerajinan kayu dan emas, membuat mereka cepat beradaptasi dengan lingkungan sosial masyarakat Nusantara.

Baca Juga:Ini Cara Atur Anggaran Untuk Dana Angpau Hari Raya Imlek

Sebagian besar mereka yang bertahan tinggal di Nusantara, menikah dengan warga lokal. Kakek Mahdi salah satunya. Menikahi perempuan berdarah Madura yang kemudian melahirkan ayah Mahdi.  

“Saya ini generasi kedua. Bapak-ibu saya orang China asli, jadi saya China-nya masih kentel. Saya berkulit hitam karena ngikutin darah nenek saya orang Madura,” kata Mahdi saat ditemui di Masjid Al Mahdi, Kota Magelang.

Mahdi yang memiliki nama China, Kwee Giok Yong, lahir di Surabaya. Saat berusia 1 tahun diboyong ke Jakarta dan menghabiskan masa kecil hingga remaja di sudut kampung Jelambar, Jakarta Barat.

Di kampungnya, keluarga Mahdi satu-satunya warga penganut Kong Hu Cu. Mahdi kecil bergaul akrab dengan anak-anak sebaya yang semuanya beragama Islam. 

Pada masa itu, sudah menjadi kebiasaan anak-anak belajar mengaji di masjid atau langgar usai shalat Maghrib sampai masuk waktu Isya. Aib jika anak-anak masih main di jalanan bakda Maghrib.

Baca Juga:Dua Pilihan Kue Manis Untuk Rayakan Tahun Baru Imlek Bersama Keluarga

“Karena saya nggak punya teman main karena ngaji semua, akhirnya saya ikut masuk masjid juga.”

Saat menunggu itu, Mahdi ikut mendengarkan kawan-kawannya mengaji. Saat surat Al Fatihah dilantunkan dia merasa hatinya tentram.

Lama kelamaan Mahdi merasa “kecanduan” mendengar bacaan Al Quran. “Enak dengernya walaupun sama sekali nggak ngerti artinya. Saya merasakan nikmat. Akhirnya saya nggak pernah lepas ngeriung (kumpul) di langgar.”

Mahdi juga mulai mengikuti gerakan shalat teman-temannya. Saat yang lain belajar menghafal surat Al Fatihah dan ayat Kursi, Mahdi juga ikut menghafal meskipun saat itu belum mengucap syahadat.  

Semua dilakukan Mahdi secara sembunyi-sembunyi. Dia tahu ayahnya keras memegang keyakinan Kong Hu Cu. Ayahnya bakal murka jika tahu anaknya tertarik memeluk agama Islam.

Apalagi 2 orang kakak Mahdi sudah lebih dulu masuk Islam. Nama China mereka diganti menjadi nama Islam, Taufik dan Hidayat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini